Jualkardus polos box pizza box sepatu +62 859 2121 7 234. pabrikkardusbox@gmail.com. Pabrik Kardus LEON Box. About; Product; Workshop; Tulisan di stempel merupakan bagian timbul dan bersifat terbalik. Stempel ditekan ke bak tinta kemudian dicap ke kertas atau dokumen. Sheet yang akan di die cut berjalan diantaranya dan di press
Perusahaankami bergerak di bidang Jasa Cutting Laser, Bending, Shearing, dan Fabrikasi Laser Cut. Kami sudah dipercaya untuk mengerjakan berbagai proyek laser cutting di gedung-gedung perkantoran, bandara udara, hotel, restoran, mall dan pusat perbelanjaan, toko, masjid, dan hunian pribadi di seluruh Indonesia.
OnitsukaTiger merupakan merk sepatu asal Jepang dengan kualitas premium. Perusahaan ini memproduksi sepatu untuk pria, wanita, dan anak-anak dengan desain bervariasi. Kali ini, kami akan khusus membahas sepatu Onitsuka Tiger pria. Kami juga akan memberikan seri sepatu yang paling direkomendasikan, seperti Mexico 66, LAWNSHIP, dan lainnya.Harga sepatu original Onitsuka Tiger ini bervariasi.
Seorangaktivis China ditahan ketika menyelidiki dugaan pelanggaran hak-hak buruh di pabrik sepatu yang memasok sepatu untuk merek Ivanka Trump.
bagianbagian di pabrik sepatu pwu. Informasi yang anda cari adalah bagian bagian di pabrik sepatu pwu.Dibawah ini telah kami sajikan Informasi Lowongan kerja Lulusan SMA SMK D3 S1 S2 Semua Jurusan Lowongan BANK BUMN CPNS dan Swasta lainnya berdasarkan keterkaitan artikel ataupun keterkaitan iklan yang benar-benar sesuai dengan kata kunci.
Vay Tiá»n Online Chuyá»n KhoáșŁn Ngay.
Alur Kerja Ruang Pemotongan di Pabrik Garmen Apakah Anda seorang pendatang baru atau Anda berencana untuk mendirikan pabrik pembuatan garmen whorkshop, Anda harus mengetahui alur kerja di ruang potong. Sering dikatakan bahwa ruang potong adalah jantung dari unit garmen. Jika Anda memotong kain secara akurat dengan pola yang benar, Anda dapat membuat pakaian kualitas terbaik dengan ukuran dan ukuran utama ruang cutting adalah memotong kain untuk garmen dan memasukkan potongan ke bagian sewing. Untuk mencapai hal ini, departemen cuting harus mengikuti alur kerja yang ditentukan, yang juga disebut Standar Operasional Prosedur SOPIlustrasi proses cutting Mari kita bahas alur kerja ruang kerja di bawah ini biasa di terapkan pada pabrik ukuran menengah yang ditujukan untuk produksi garmen massal,di bawah ini adalah penjelasan alur kerja secara singkat. Standar operasional prosedur atau alur kerja bagian cutting akan dijelaskan di bawah ini dengan Bagian cuttingDepartemen Pemotongan menerima detail pesanan produksi dengan instruksi pemotongan untuk pesanan tertentu kuantitas dan jadwal produksi sesuai styleDepartemen cutting menerima rencana pesanan potongan dari departemen PerencanaanPPIC jumlah pesanan, warna,ketentuan, jumlah potongan jumlah potongan yang bijaksana.Jika mereka tidak menerima pemutusan qty, manajer cutting melakukan rencana pesanan pemotongan secara manualDepartemen cutting menaikkan slip permintaan kain berdasarkan PO dan memberikannya ke gudang kain untuk mengeluarkan kain dan bahan lain yang diperlukan mis., Lapisan, .Departemen cutting juga mengirimkan permintaan ke departemen CAD untuk pola style dan pesanan.Jika pabrik menggunakan penanda tercetak sistem CAD, tidak perlu pola kertasMenerima kain dari toko sesuai permintaan dengan pita peneduh dan kombinasi warnaPola kertas di letakkan di atas meja potong, kemudian mengukur panjang marker untuk pelapisan konsumsi kain sebelum memulai pelapisan kain dengan panjang markerJika marker CAD digunakan, tidak perlu melakukan langkah iniDapatkan persetujuan konsumsi rata-rata produksi jika terdapat variasi antara konsumsi yang direncanakan dan konsumsi aktual.Verifikasi penyusutan kain dengan laporan pengujian kain dan pola akhir dengan penyusutan atau tidakMenyebar Kain di atas meja sesuai panjang marker. Jumlah ketinggian penyebaran kain sampai dengan jumlah tertentu dari lay.Jika kain perlu direlaksasi, letakkan di meja selama beberapa jam sebelum pembuatan markerPembuatan marker pada lapisan atas dengan menggunakan pola kertas dan penanda kapur untuk pola yang dicetak tidak perlu membuat marker. Hanya perlu meletakkan marker CAD pada layarnyaPemeriksaan kualitas penyebaran dilakukan oleh pemeriksa kualitas untuk memeriksa kain menghadap, tepi Mempersiapkan laporan layering Lay Report setelah menyelesaikan penyebaran lay mengikuti garis pembuat menggunakan mesin pemotong pisau lurus atau pemotong otomatisPemeriksaan kualitas pemotongan secara acak selama pemotongan dilakukan oleh Quality kontrol bagian cutting dan membuat laporan kualitas balok potong / panel garmen dari lay ke meja lainPemeriksaan acak panel garmen terhadap pola kertas untuk berbagai ukuran terutama panel lapisan atas, lapisan tengah, dan lapisan bawah diperiksa untuk pengukuranPenomoran lapis setiap lapis dan setiap komponen dilakukan dengan menggunakan mesin penomoran lapisPisahkan potongan berdasarkan warna dan ukuranPengumpulan komponen yang dipotong mengikuti ukuran bundel standarMelampirkan Tag bundel label ke setiap bundel dengan ukuran. warna, bundel bundel siap untuk dikirim ke bagian menjahit untuk pekerjaan menjahit. potongan dikantongi dalam polibag atau disimpan di Trollies atau di atas RakMencatat produksi pemotongan harian dan membundel catatan dan menyimpannya dalam buku catatanSekering panel potong - proses opsionaljika sekering diperlukan, komponen garmen dikirim ke bagian sekeringSelama proses produksi, jika departemen pemotongan menerima permintaan untuk penggantian suku cadang beberapa komponen garmen, departemen pemotongan memotong suku cadang dari ujung bit atau dari kain selesai memotong pesanan, rekonsiliasi kain sisa dan ujung bit selesai. Jika sisa kain tinggi, mereka mengembalikan kain ke gudang sudah alur kerja pemotongan pesananCatatan Alur kerja bagian cutting yang dibagikan di sini cditulis berdasarkan pengalaman kerja saya di sebuah pabrik garmen ekspor dan dari kunjungan ke banyak unit pabrik halaman depan untuk melihat artikel lebih lengkap
100% found this document useful 4 votes10K views3 pagesDescriptionAlur Proses Produksi Sepatu berdasarkan analisis dan sumber Berlutti Shoes FactoryCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 4 votes10K views3 pagesAlur Proses Produksi Sepatu DescriptionAlur Proses Produksi Sepatu berdasarkan analisis dan sumber Berlutti Shoes FactoryFull descriptionJump to Page You are on page 1of 3Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Bagian cuting bertanggung jawab untuk memotong kain dan memberi umpan departemen sewing dengan potongan potongan kain berbentuk komponen garment yang siap untuk dilakukan proses jahit. Kapasitas departemen cuting direncanakan berdasarkan kebutuhan target harian dari line cuting pabrik garment diatur oleh kepala bagian cutingkabag cuting.Aktivitas di bagian cuting pabrik garment meliputi; pemotongan, penggelaran, pemeriksaan qualitas komponen garment oleh QC dan helper untuk menyortir potongan , penomoran lembar potongan dan pengikatan potonganbundling. Kegiatan dari departemen cuting dijelaskan dalam posting ini. kain dari gudang kain; Departemen cuting mendapat pesanan potongan berdasarkan dari planing produksi yang di buat oleh PPICplaning production inventory control. Berdasarkan planing order maka dapat di akumulasi berapa jumlah kain yang di kain yang di perlukan untuk order tertentu dapat di gunakan untuk mengajukan permohonan ke gudang kain untuk mengirim kain ke bagian cuting untuk segera di lakukan proses pemotongan. 2. Relaksasi kain Kain knitingsemacam kain kaos membutuhkan relaksasi sebelum dimotong. Setelah menerima kain dari gudang kain, departemen cuting membuka kain dari gulungan kain dan meletakkannya di atas meja untuk relaksasi selama beberapa jam sebelum pemotongan. Pabrik juga merilekskan kain di gudang kain semalam setelah membuka gulungan kain. pemotongan order Kepala bagian cuting membuat rencana berapa jummlah marker yang perlu disiapkan, menghitung kombinasi ukuransize yang akan ditetapkan untuk setiap marker dan menentukan jumlah lapisan yang disusun di setiap marker. 4. Penggelaran Kain / layering Dalam produksi massal, beberapa lapisan kain dipotong pada waktu yang bersamaan. Jadi penyebar meletakkan kain di atas meja potong sesuai total marker. Ketinggian lapisan dijaga hingga ketinggian beberapa inci atau senti tertentu. 5. Planing marker Kepala bagian cuting merancang penyesuaian marker, panjang marker dan jumlah lapisan yang disusun di masing-masing lapisan. 6. Membuat marker Ini adalah proses membuat garis garis pola secara umum untuk membuat pola garmen di atas lembaran kertas sebagai pedoman untuk memotong komponen garmen. Setelah kain di gelar , kertas marker diletakkan di atas lapisan. Pabrik-pabrik yang tidak memiliki mesin CAD marker membuat marker secara manual menggunakan pola kertas. 7. Memotong kain Setelah membuat marker, garmen dipotong dan dibawa keluar dari susunan meja potong . Berbagai teknologi digunakan untuk memotong lapisan kain,antara lain dengan memotong dengan mesin potong pisau lurus, memotong dengan mesin pita straight knife , memotong dengan menggunakan mesin band knife dan memotong dengan mesin yang dikendalikan oleh komputercomputer-controlled automatic cutting machine. 8. Sortir, bundling dan penomoran garmen komponen Setelah memotong kain, lapisan diurutkan berdasarkan kelompok ukuran dan kelompok lembar diberi nomor dengan menggunakan stiker. Stok potongn disimpan di meja persediaan, sebelum dikirim untuk menjalani proses selanjutnya. 9. Memeriksa komponen yang dipotong Untuk menjaga kualitas pemotongan, komponen pemotongan standar diperiksa secara acak oleh pemeriksa kualitas yaitu QC cuting. Jika komponen yang rusak ditemukan, mereka mengganti komponen yang rusak tersebut. Rincian pemeriksaan bagian cuting dijelaskan pada Bab 10. 10. Sortir panel printing dan bordir oleh QC ; Printing dan bordir dilakukan pada panel potong sesuai pesanan,kemudian QC printing dan bordir melakukan penyortiran setelah menerima panel printing dan bordir dari mesin printing dan bordir. Pemeriksaan panel printing dan bordir juga termasuk sebagai bagian cutting. 11. Panel pemotongan ulang Pemotongan ulang dilakukan untuk komponen garmen yang perlu diganti dalam bundel. Permintaan pemotongan ulang diterima dari departemen sewing untuk bagian garmen yang rusak. Pemotongan ulang juga dilakukan untuk memotong panel blok untuk proses pencetakan dan bordir yang bermasalah. Setelah menerima panel garmen dari printing atau bordir, panel ini di proses ulang. 13. Meliputi komponen garmen Fusing lapisan dalam yang di tempel dengan menggunakan mesin prespada komponen garmen dilakukan untuk menghaluskan bagian garmen. Proses penempelan lapisan ini di lakukan di bagian cuting. Komponen tersebut misalnya manset dan krah.
ï»żObjective to identify the association of workload with musculoskeletal disorders complaints in worker in factory shoes Nganjuk Methods This article were analitycal observational with cross sectional design. The sample of this study used 34 workers from 60 worker of cutting operator in shoe factory Nganjuk. Data were obtained by distributing questionnaires and observation. Physical workload were assess using SNI 72692009 guidelines. Data analyzed using fisherâs exact test and coefficient contingency. Data presented using table of The result showed that majority had age under 25 years old with male gender. The analysis showed that physical workload have significant association with musculoskeletal disorders complaints among worker. The result were 75% workers with moderate risk of physical workload have mild complaints about musculoskeletal disorders. While 53,8% workers with light physical workload did not have musculoskeletal disorders complains. the association between physical workload and musculoskeletal disorders complain were medium with 0,452 of coefficient contingency Conclusion Physical workload have significant association with musculoskeletal disorders complaints among worker or in other word increasing of physical workload would be increase complain of musculoskeletal disorders. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 63Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 1 2019 Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Alamat Website Beban Kerja Fisik Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Pekerja Di Pabrik Sepatu di Nganjuk Primalia Sukma Putri11Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, SurabayaINFORMASI ABSTRACT Korespondensi primaliasukma Physical Workload;, Musculoskeletal Disorders; WorkerObjective to identify the association of workload with musculoskeletal disorders complaints in worker in factory shoes Nganjuk Methods îis article were analitycal observational with cross sectional design. îe sample of this study used 34 workers from 60 worker of cutting operator in shoe factory Nganjuk. Data were obtained by distributing questionnaires and observation. Physical workload were assess using SNI 72692009 guidelines. Data analyzed using îsherâs exact test and coeîcient contingency. Data presented using table of îe result showed that majority had age under 25 years old with male gender. îe analysis showed that physical workload have signiîcant association with musculoskeletal disorders complaints among worker. îe result were 75% workers with moderate risk of physical workload have mild complaints about musculoskeletal disorders. While 53,8% workers with light physical workload did not have musculoskeletal disorders complains. the association between physical workload and musculoskeletal disorders complain were medium with 0,452 of coeîcient contingency Conclusion Physical workload have signiîcant association with musculoskeletal disorders complaints among worker or in other word increasing of physical workload would be increase complain of musculoskeletal disorders. 64Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 1 2019 PENDAHULUANPekerja seringkali melakukan pekerjaan dengan sikap kerja yang tidak alamiah sehingga dapat menimbulkan gangguan pada tubuh pekerja. Gangguan akibat sikap kerja yang tidak alamiah ini dapat berupa nyeri otot leher, nyeri punggung, nyeri pinggang, nyeri pada lengan, dan pergelangan tangan maupun anggota badan yang lain. Nyeri atau gangguan tersebut disebut dengan musculoskeletal disorders. Menurut Oborne 1995 dalam Septrianto 2016, gangguan musculoskeletal dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor pekerjaan, lingkungan kerja, dan pekerja individu. Faktor pekerjaan meliputi postur tubuh tidak alamiah saat bekerja, beban yang di angkut, durasi serta frekuensi kerja. Faktor lingkungan kerja meliputi getaran, makroklimat, dan pencahayaan. Sedangkan faktor pekerja dapat meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, kekuatan îsik dan indeks masa tubuh.îe Bureau of Labor Statistic dari Departemen Tenaga Kerja AS menyebutkan Musculoskeletal Disorders MSDssebagai bahaya yang serius untuk kesehatan tempat kerja. Jumlah cedera akibat Musculoskeletal Disorders MSDs sekarang lebih dari sepertiga dari semua kasus hilangnya hari kerja OSHA, 2000. Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dalam proîl masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005 menyebutkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita oleh pekerja berhubungan dengan pekerjaannya. Penelitian dilakukan pada pekerja di 12 kabupaten/ kota di Indonesia umumnya berupa penyakit Musculoskeletal Disorder 16%, kardiovaskuler 8%, gangguan saraf 5%, gangguan pernafasan 3% dan gangguan THT 1,5% Chairana, et al, 2015Penelitian yang dilakukan oleh Evadarianto 2016 pada pekerja Rolling Mill di PT Ispat Indo Sidoarjo didapatkan bahwa 11 responden dari total sampel sebanyak 15 pekerja memiliki keluhan musculoskeletal. pekerja yang memiliki beban kerja yang sedang sebanyak 73,34% dari total sampel sebanyak 15 orang memiliki hubungan yang sangat kuat untuk mengalami keluhan musculoskeletal disorders. Berdasarkan hasil data awal didapatkan bahwa sebanyak 4 dari 7 orang pekerja pada bagian Cutting mengeluhkan merasakan kelelahan pada bagian kaki dan leher. Kelelahan tersebut disebabkan karena pekerjaan cutting dilakukan dalam sikap kerja berdiri yang dilakukan selama 8 jam per hari. Dari data tersebut sehingga diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang berhubungan dengan keluhan subyektif Musculoskeletal Disorders MSDs pada pekerja pabrik sepatu di ini menggunakan rancangan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan observasi. Pengambilan sampel secara simple random sampling. Data dianalisis dengan menggunakan îsherâs exact test dan kekuatan hubungan dengan melihat besar nilai koeîsien kontingensi dengan besar α=0,05 CI 95%. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebesar 30 pekerja bagian pemotongan dari total populasi sebesar 60 pekerja. Pekerja yang diambil adalah pekerja pada shiî pagi. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan. Data disajikan dalam bentuk tabel HASILResponden dalam penelitian adalah pekerja pada bagian pemotongan di pabrik sepatu di Nganjuk pada shiî pagi. Rentang usia pekerja adalah 20-37 tahun. Mayoritas pekerja adalah 1. Distribusi Frekuensi variabel penelitianVariabel Kategori Jumlah Persentase %Jenis Kelamin Laki-laki 27 70,3Perempuan 10 29,7Umur 25 Tahun 11 29,7Beban Kerja Rendah 13 35,1Sedang 24 64,9Keluhan Subyektif MSDsTidak Ada Keluhan9 24,3Ringan 23 62,2Sedang 5 13,5Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 37 responden, mayoritas pekerja bagian cutting di pabrik sepatu di Nganjuk adalah berjenis kelamin laki-laki dimana sebanyak 27 orang responden 70,3 %.Umur responden terbanyak adalah pada rentang umur 200-350 Kilo kalori/jam3. Beban kerja berat > 350-500 Kilo kalori/jamJadi kategori beban kerja diatas adalah dari tabulasi silang didapatkan bahwa sebanyak 75% responden dengan beban kerja sedang memiliki keluhan subyektif MSDs tingkat ringan. Berikut adalah hasil tabulasi silang antara variabel beban kerja îsik dengan keluhan subyektif Musculoskeletal Disorders MSDs.Tabel 2. Tabulasi Silang antara variabel Beban Kerja dengan keluhan Subyektif MSDs Responden di Pabrik Sepatu di Nganjuk Jawa Timur, bagian Cutting Tahun 2018Beban KerjaKeluhan MSDs To t a lKeteran-ganTidak ada Ringan Sedangn % n % n % n %Ringan7 53,8 5 38,5 1 7,7 13 100p-val-ue0,009Sedang2 8,3 18 75 4 16,7 24 100Hasil dari uji statistik diatas didapatkan nilai p-value 0,009 lebih kecil dari α 0,05 sehingga didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan antara Beban Kerja dengan keluhan subyektif MSDs pada pekerja bagian cutting dengan nilai koeîsien kontingensi sebesar 0,452 sehingga ada hubungan yang cukup kuat antara beban kerja îsik dengan keluhan subyektif musculoskeletal disorders. Jadi dengan kata lain, semakin berat beban kerja maka akan semakin tinggi tingkat keparahan keluhan subyektif musculoskeletal penelitian pada pekerja bagian cutting Pabrik sepatu di Nganjuk, didapatkan sebesar 62,2% pekerja mengalami keluhan Subyektif MSDs yang ringan dan sebesar 13,5 % mengalami keluhan subyektif MSDs yang sedang. Mayoritas pekerja yang mengalami keluhan musculoskeletal merupakan pekerja bagian Operator dikarenakan pekerjaan operator dilakukan dalam posisi kerja berdiri dan terdapat pengulangan pekerjaan yaitu sebanyak 12 kali per menit sehingga berisiko untuk mengalami kelelahan otot yang dapat menimbulkan keluhan MSDs bagi wawancara lebih lanjut, keluhan dirasakan di beberapa bagian tubuh seperti kaki, lengan, pinggang dan leher. Dari beberapa bagian tubuh tersebut lokasi keluhan yang diraskan responden paling banyak adalah pada bagian kaki sebab seluruh responden berkerja dalam posisi berdiri. Sikap berdiri seringkali dilakukan dengan posisi kali tidak lurus sempurna, kadang ditekuk îeksi untuk menyeimbangkan 66Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 1 2019 saat menarik dan mendorong landasan kerja. Berdasarkan pendapat Darlis 2009 dalam Zakaria 2016, pekerjaan dengan sikap kerja berdiri dapat menyebabkan kaki menjadi tumpuan berat badan. Jika pekerjaan dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kaki kram, linu dan nyeri, pembengkakan, varises, kelemahan otot umum, nyeri pinggang serta kekakuan leher dan 2010, menyatakan bahwa MSDs bukanlah suatu diagnosis klinis melainkan label untuk persepsi rasa sakit atau nyeri pada sistem musculoskeletal, begitu juga dengan keluhan MSDs pada penelitian ini sangat bergantung subyektiîtas persepsi rasa sakit yang dialami pekerja. Didukung oleh Zakaria 2016 menyatakan jika diantara 9 dari 10 orang menganggap dirinya dalam kondisi kesehatan yang baik namun ternyata 1 dari 4 orang menderita penyakit kronis. Sejalan dengan hal tersebut, pada penelitian ini juga mengakibatkan peneliti dapat berasumsi ada kemungkinan responden yang mengalami keluhan MSDs namun menyatakan tidak ada keluhan. Dengan demikian data yang diperoleh peneliti dangat bergantug oleh pada persepsi keluhan yang dirasakan responden, sehingga dalam penulisannya peneliti menambahkan kata subyektif dalam keluhan MSDs yang dirasakan pengujian hubungan antara beban kerja îsik dengan keluhan subyektif musculoskeletal didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang cukup kuat dibuktikan dengan nilai koeîsien kontingensi sebesar 0,452. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Evadarianto 2016 diperoleh hasil terdapat hubungan yang sangat kuat antara beban kerja îsik dengan keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs. Berat ringannya beban kerja seseorang tenaga kerja dapat menentukan berapa lama seseorang tenaga kerja melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Jadi dengan kata lain semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan îsiologis yang berarti atau sebaliknya Evadarianto, 2016.Sejalan dengan penelitian ini, Rodahl dkk 1989 dikutip dari Tarwaka 2010 menyatakan bahwa tugas îsik yang berhubungan dengan tata ruang, sara kerja, kondisi beban kerja, cara angkat angkut dan lain-lain mempengaruhi kelelahan seseorang, akumulasi beban kerja îsik ini bisa mengakibatkan otot semakin berkontraksi dan mengakibatkan adanya keluhan kerja îsik memiliki hubungan yang signiîkan dengan keluhan musculoskeletal disorders yang dirassakan oleh pekerja. Dengan kata lain, semakin berat beban kerja akan meningkatkan keparahan keluhan musculoskeletal disorders yang dirasakan oleh dapat menyediakan tempat duduk untuk pekerja agar pekerja dapat istirahat sejenak untuk peregangan otot serta memberikan waktu untuk melakukan peregangan otot setiap 2 jam bekerja dengan lama waktu 5-10 menit bersamaan dengan memutar musik kerja untuk menghilangkan kejenuhan PUSTAKA Chairana, Fadilla Nela. 2015. Analisis Faktor Risiko Gangguan Musculoskeletal pada Pekerja Shiî Pagi Assembling 1 Di PT. X Sunter Assembly Plant Jakarta Utara. Jurnal Kesehatan Masyarakat . Universitas Diponegoro vol. 03 pp. 410-418Departemen Kesehatan RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Nurdian. 2017. Postur Kerja dan Beban Kerja Fisik dengan Kejadian Keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs pada Pekerja Bagian Rolling Mill di PT. Ispat Indo Sidoarjo. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas AirlanggaKroemer, K. H. E, E. Grandjean. 1997. Fitting îe Task To îe Human A Textbook of Occupational Ergonomics, Fiîh edition. London Taylor and Francis e-LibraryLaksana, Dian Puspitaningtyas. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs pada Kuli Angkut Kayu Tahun 2015 Studi di Perusahaan Kayu PT X, Lumajang. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas AirlanggaLestari, Kinanti. 2016. Hubungan Karakteristik Individu Dan Stasiun Kerja dengan Keluhan Subyektiif Musculoskeletal Studi pada Pekrja Di PT. PLN-APD Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas AirlanggaMangkunegara. A. A Prabu. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung PT Remaja Rosda KaryaNotoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. 67Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 1 2019 Jakarta Rineka CiptaNotoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka CiptaNurmianto, E. 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya Guna WidyaNuryaningtyas, Binarîka Maghîroh, Tri Martiana. 2014. Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal Disorders MSDs dengan îe Rapid Upper Limbs Assessment Rula Dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan MSDs. îe Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Universitas Airlangga Vol. 03 2 160-169OSHA. 2000. Ergonomics îe Study of Work. Department of Labour, Occupational Safety and Health AdministrationPeraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik dan Faktor Kimia di Tempat Nasional Indonesia 72692009Tarwaka. 2015. Ergonomi Industri; Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomic dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta Harapan Iif Fahrija. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Bongkar Muat PT. Pelindo III Tanjung Perak Surabaya. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ... Another research conducted at the Shoe Factory in Nganjuk shows a p value of which indicates that the physical workload is related significantly to MSDs complaints, The higher the workload, the more serious the workers suffer from MSDs problems Putri, 2019. The findings of a study proposed by Aulia Tjahayuningtyas show a relation between the workload and MSDs issues Aulia, 2019. ...Nisrina Tiara SaniNoeroel WidajatiIntroduction The implementation of protection needs to be given attention and attempted to prevent workers from occupational diseases. One of the occupational diseases that often arises from the incompatibility of worker and their job is Musculoskeletal Disorders MSDs. This study analyzes the relation between workduration and physical workload with MSDs in informal workers. Methods An observational research followed by a cross sectional approach was applied as the method of the study. The 23 respondents in the spring production unit were chosen as the sample of the study. The objects of this research were the total population. Data on the characteristics of respondents and MSDs were gained through interviews conducted by filling out standardized physical workload was measured using a calorimeter measuring instrument, and MSDs data were analyzed using the NBM measuring tools. Furtermore, the statistical analysis used chi-square test. Results It shows that there is a relation between work duration and MSDs p = and there is a relation between physical workload and MSDs p = Conclusion The risk factors of works duration and physical workload are proven to have a relation with MSDs complaints on workers in informal informal workers, musculoskeletal disorders, physical workload, works durationSyamsiar S. RussengLalu Muhammad SalehWidya Nur Wahyulianti Sukri PalutturiBackground Workers in informal sector such as loading and unloading workers have a risk of experiencing health disorder of occupational disease such as musculoskeletloadingal disorders MSDs. Such complain usually occurs on spine back and neck and upper limb. Most of the loading and unloading workers work using manual material handling, such as loading, unloading, pushing, pulling, throwing, moving, or rotating loads using their hands or other body parts. Such work method has musculoskeletal disorders MSDs risk, including low back pain. There are several factors causing the musculoskeletal disorders MSDs including individual factors age and gender, work factors workload and work posture, and work environment factors. Objective The purpose of this study was to determine the direct and indirect effects of age and workload with work posture as an intervening variable against musculoskeletal disorders MSDs on loading and unloading workers at PT. Pelabuhan Indonesia IV Persero of Makassar Branch. Methods The current research applied analytical observation with a Cross-Sectional approach involving 140 respondents selected through a simple random sampling technique. This research was further carried out at Pelabuhan Indonesia IV Persero of Makassar Branch in April-May 2021. Data obtained were analyzed using univariate, bivariate, and multivariate analysis. Results There were 65 respondents who suffered from musculoskeletal disorder complaints in the high category followed by 53 respondents who suffered from musculoskeletal complaints in the very high category. It was also obtained that workload significantly affected the work position variable p = < age significantly affected the work posture variable p = < workload significantly affected the musculoskeletal disorders variable p = < and work posture significantly affected the musculoskeletal disorder variable p = < Conclusion A significant indirect effect between workload and musculoskeletal disorders complaints through work posture variables. Significant indirect effect was also found between age and musculoskeletal disorder complaints through work posture. In addition, the highest category of low back pain complaints is in moderate Fa'riatul AeniLilis BanowatiTuti NurâalindaIntroduction Musculoskeletal disorders complaints occur due to excessive muscle contraction, excessive workloads and monotonous movements such as when nurses perform various nursing task such as moving patients, carrying patients from bed to wheelchair, awkward posture during infusion placement. This study aims to determine the correlation between physical workload and musculoskeletal disorders complaints among nurses at Regional General Hospital RSUD of Indramayu District in 2019. Methods The design of this study uses quantitative with cross sectional. The method of data collection was crried by means of interview using the Nordic Body Map NBM questionnaire and observing the pulse calculation manually using a watch. Among the populations of 348 nurses, the samples of 75 nurses were selected based on the accidental sampling method. Statistical test used the chi-square test with a confidence level of 95% α= Results The study findings showed that most of 40 nurses who had heavy physical workload, 35 nurses had high musculoskeletal disorders complaints and 5 nurses had moderate musculoskeletal disorders complaints. On the other hand, of the 35 nurses who had moderate physical workload, 26 nurses experienced moderate musculoskeletal complaints and 9 nurses had high musculoskeletal disorders complaints. Chi-Square test results obtained p value = p < Thus, it can be concluded that there was a significant correlation between physical workload and musculoskeletal disorders complaints among nurses. Conclusion The heavier the physical workload, the higher the musculoskeletal disorders complaints among musculoskeletal disorders, nurses, physical workloadAnalisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal Disorders MSDs dengan The Rapid Upper Limbs Assessment Rula Dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan MSDs. The Indonesian Journal of Occupational Safety and HealthBinarfika NuryaningtyasTri MaghfirohMartianaNuryaningtyas, Binarfika Maghfiroh, Tri Martiana. 2014. Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal Disorders MSDs dengan The Rapid Upper Limbs Assessment Rula Dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan MSDs. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. Universitas Airlangga Vol. 03 2 160-169Ergonomi Industri; Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomic dan Aplikasi di Tempat KerjaTarwakaTarwaka. 2015. Ergonomi Industri; Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomic dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta Harapan yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Bongkar Muat PT. Pelindo III Tanjung Perak SurabayaIif ZakariaFahrijaZakaria, Iif Fahrija. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Bongkar Muat PT. Pelindo III Tanjung Perak Surabaya. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas AirlanggaErgonomics The Study of WorkOshaOSHA. 2000. Ergonomics The Study of Work. Department of Labour, Occupational Safety and Health Administration
bagian cutting di pabrik sepatu