Olehsebab itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan agama Islam di Pulau Jawa adalah hasil kerja keras para Wali Songo. Sejarah Singkat Wali Songo. Masuknya ajaran Islam ke Pulau Jawa pada awalnya dibawa oleh pedagang-pedagang yang berasal dari Malaka. Tetapi, penyebarannya dilakukan oleh para wali.
KerajaanIslam pertama di Nusantara adalah Samudera Pasai yang berada di Pulau Sumatera. Para pedagang tersebut selain berdagang juga memperkenalkan dan menyebarkan agama Islam. Baca juga: Yenny 3 Kucing Berziarah ke Makam Walisongo dan Gus Dur. Bahkan terjadi perkawinan antara pedagang dengan wanita pribumi.
SunanDrajat merupakan salah seorang Sunan yang termasuk dalam 9 nama-nama Sunan Wali Songo. Menurut sejarah Walisongo ajaran yang sering disampaikan oleh Sunan Drajat adalah kepada murid-muridnya adalah "Suluk Petuah". Di dalamnya terdapat beberapa buah pesan yang bisa ditanamkan di dalam diri setiap manusia. Nama Asli Sunan Drajat: Raden
Pentingnya Moderasi Beragama Dalam Masyarakat* Pada hari senin 25 Juli 2022, kkn kuliah kerja nyata kelompok 74 UIN Walisongo Semarang mengadakan diskusi online berjudul pentingnya moderasi beragama, yang dipandu oleh moderator M Asraf Ali Fikri, dan sebagai narasumber utama bapak maskur Rosyid. Beliau menjelaskan bahwa moderasi beragama ialah suatu Sistem yang diciptakan anak muda untuk
ProgramIAIN Walisongo Semarang sesuai dengan tugas pokok Institut adalah melaksanakan tugas Kementerian Agama pada bidang Pendidikan Islam, yakni Program Pendidikan Islam dengan kode 025.04.07. Kegiatan yang dilaksanakan adalah: 2132. Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tinggi Islam. Indikatornya adalah: 01. Mahasiswa PTAI yang berdaya saing
Vay Tiền Nhanh Ggads. - Era Wali Songo menandai berakhirnya dominasi Hindu-Buddha di nusantara, untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Sebagai penyebar agama Islam, nama mereka sudah sangat dikenal di kehidupan masyarakat tetapi, Wali Songo lebih sering dipanggil dengan gelarnya sebagai Sunan, daripada nama aslinya. Dalam budaya Jawa, Sunan adalah singkatan dari susuhunan, yakni sebutan bagi orang yang diagungkan atau dihormati karena kedudukan dan jasanya di masyarakat. Berikut ini tabel nama-nama Wali Songo beserta nama aslinya. Nama gelar Wali Songo Nama asli Wali Songo Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim Sunan Ampel Raden Rahmatullah Sunan Giri Muhammad Ainul Yaqin Sunan Bonang Maulana Makdum Ibrahim Sunan Drajat Raden Qasim Sunan Kalijaga Raden Mas Syahid Sunan Muria Raden Said Sunan Kudus Jaffar Shadiq Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah Baca juga Wali Songo Penyebar Islam di Tanah Jawa Sunan Gresik Nama asli Sunan Gresik adalah Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy. Maulana Malik Ibrahim terkadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sunan Ampel Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel dilahirkan pada sekitar 1401 Masehi di Champa. Ia adalah putra Sunan Gresik yang kemudian menikah dengan putri Tuban bernama Nyai Ageng Manila. Dari perkawinannya itu, Raden Rahmatullah memperoleh keturunan Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim Sunan Bonang, Syarifuddin Sunan Drajat, dan Putri Istri Sunan Kalijaga. Sunan Giri Sunan Giri mempunyai nama asli Muhammad Ainul Yaqin. Di samping itu, ia mempunyai banyak julukan, yakni Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Joko Samudro. Muhammad Ainul Yaqin adalah keturunan ke-23 Nabi Muhammad yang kemudian menjadi murid Sunan Ampel. Ayahnya adalah Maulana Ishaq, seorang mubaligh dari Asia Tengah, sementara ibunya adalah Dewi Sekardadu, putri penguasa Blambangan pada periode akhir Kerajaan Majapahit. Baca juga Moh Limo, Ajaran Dakwah Sunan Ampel Sunan Bonang Sunan Bonang merupakan putra Sunan Ampel yang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim. Lahir di Bonang, Tuban, pada 1465, ia telah diajarkan disiplin yang ketat sedari kecil. Sunan Ampel menamainya Maulana Makdum, yang bermakna cendekiawan Islam yang dihormati karena kedudukannya dalam Drajat Sunan Drajat adalah adik Sunan Bonang yang mempunyai nama asli Raden Qasim. Raden Qasim disebut sebagai seorang wali yang hidupnya paling bersahaja, walaupun dalam urusan dunia juga sangat rajin mencari rezeki. Di kalangan rakyat jelata, ia dikenal sebagai pribadi yang lemah lembut dan sering menolong orang-orang yang menderita. Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada 1450 dengan nama Raden Mas Syahid. Ia adalah putra adipati Tuban yang bernama Raden Sahur Tumenggung Wilatikta. Sunan Kalijaga juga dikenal dengan nama lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat berendam di sana, ia sering berendam di sungai kali atau dalam bahasa Jawa disebut jaga kali. Baca juga Sunan Kalijaga, Berdakwah Lewat Wayang Sunan Muria Sunan Muria lahir dengan nama Raden Said atau Raden Umar Said. Ketika kecil, ia juga dikenal dengan nama Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, yang terletak 18 kilometer ke utara Kota Kudus. Raden Said adalah putra Sunan Kalijaga yang juga memiliki pertalian keluarga dengan Sunan Giri, dari garis ibunya. Sunan Kudus Sunan Kudus memiliki nama asli Jaffar Shadiq. Ia adalah putra Sunan Ngundung dan Syarifah, adik Sunan Bonang. Jaffar Shadiq banyak berguru kepada Sunan Kalijaga, oleh karena itu caranya mendekati masyarakat Kudus adalah dengan sangat toleran terhadap budaya setempat yang masih kental dengan ajaran Hindu-Buddha. Salah satu peninggalan Sunan Kudus yang paling terkenal adalah Masjid Menara Kudus, yang arsiteknya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Gunung Jati Nama asli Wali Songo ini adalah Syarif Hidayatullah, yang juga dikenal sebagai pendiri Kesultanan Cirebon. Dengan begitu, Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya Wali Songo yang memimpin pemerintahan. Ia adalah putra pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Sedangkan dari pihak ibu, Sunan Gunung Jati masih keturunan Pajajaran. Referensi Restianti, Hetti. 2013. Mengenal Wali Songo. Bandung TITIAN ILMU. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Sejarah penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa tidak lepas dari kisah sembilan wali atau yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo Walisanga. Sembilan wali itu adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Drajad, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Abad ke-14 merupakan masa berakhirnya Hindu-Budha dalam budaya Nusantara dan kemudian digantikan oleh kebudayaan saat itu Walisongo menjadi simbol penyebaran agama Islam di Nusantara, khususnya di Jawa. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Mereka mempunyai peran yang besar dalam mendirikan kerajaan Islam di dari asal katanya, Walisongo berasal dari dua kata, yaitu wali yang berasal dari bahasa Arab waliyullahyang berarti orang yang mencintai dan sekaligus dicintai Allah SWT., dan kata sanga yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Sofwan, 20047. Sehingga, Walisongo adalah sembilan orang utama yang dicintai oleh Allah SWT., yang dipandang sebagai ketua kelompok dari sejumlah besar mubaligh yang berdakwah menyebarkan Islam pada dekade awal di seorang wali biasanya digelari dengan sebutan Sunan. Istilah kata sunan berasal dari bahasa Cina suhu-nan yang berarti guru atau pujangga’, atau dari bahasa Jawa suhun/susuhunan yang berarti sangat hormat atau sangat dihormati’.Menurut pendapat, para Walisongo memiliki darah campuran darah Arab, Persia, Campa, China, dengan asli Nusantara. Sebagai contoh antara lain, dalam serat Babad Tanah Jawidisebutkan bahwa Raden Patah adalah peranakan China, dari Prabu Brawijaya dan seorang puteri China / Campa. Sunan Gunung Jati yang sering disebut dengan nama Fatahillah atau Syarif Hidayatullah, menurut beberapa keterangan berasal dari Pasai Aceh.Ada pula yang mengatakan berasal dari keturunan Puteri Rara Santang dari Pajajaran yang menikah dengan Sultan Mesir Lembaga Research & Survey IAIN Wali Songo, 198219-20. Sedangkan, Sunan Kalijaga atau Raden Syahid disebut asli Jawa, tetapi juga masih ada keturunan Walisongo adalah Syekh Jumadil Qubro yang merupakan anak dari seorang Putri Kelantan Tua/Putri Saadong II, yaitu Putri Selindung Bulan. Tokoh ini sering disebut dalam babadsebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Banyak tokoh-tokoh yang juga berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara, namun peranan Walisongo begitu besar dibanding tokoh-tokoh yang lain, sehingga membuat para Walisongo lebih dikenal namanya dalam sejarah penyebaran Islam di berperan dalam penyebaran agama Islam, mereka juga berperan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Dakwah mereka berpengaruh terhadap kondisi masyarakat pada masa menyiarkan agama Islam, Walisongo memadukan budaya setempat dengan budaya Islam. Mereka menyisipkan nilai-nilai Islam dalam kesenian tradisional maupun upacara adat istiadat setempat. Misalnya dalam wayang kulit mereka mengangkat cerita-cerita nabi, dalam syair-syair keagamaan seperti suluk menyisipkan puji-pujian kepada sang Pencipta, gendhing-gendhing Jawa dengan iringan gamelannya, dan pada upacara adat disisipkan doa secara Islam. Selain menarik perhatian, para wali tersebut menjadi akrab dengan yang dilakukan oleh Walisongo tersebut dinilai lebih komunikatif, sehingga tanpa terkesan menggurui pesan dan nilai-nilai Islam yang hendak disampaikan tersampaikan tanpa harus menghilangkan yang sudah ada. Usaha tersebut membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan agama Islam, tetapi juga memperkaya budaya yang diajarkan oleh para wali bukan hanya bersifat keagamaan, tetapi mereka juga mengajarkan tentang ilmu hitung, pertanian, perkebunan, kesehatan, dan kenegaraan. Namun, inti ajaran yang ingin mereka sampaikan adalah masalah tauhid. Meskipun para wali tidak hidup dalam masa yang sama, tetapi mereka ada keterkaitan baik secara keturunan maupun seperguruan sebagai tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di tanah Gunung Jati yang sering disebut dengan nama Fatahillah atau Syarif Hidayatullah, menurut beberapa keterangan berasal dari Pasai Aceh. Ada pula yang mengatakan berasal dari keturunan Puteri Rara Santang dari Pajajaran yang menikah dengan Sultan Mesir Lembaga Research & Survey IAIN Wali Songo, 198219-20.Sedangkan, Sunan Kalijaga atau Raden Syahid disebut asli Jawa, tetapi juga masih ada keturunan Walisongo adalah Syekh Jumadil Qubro yang merupakan anak dari seorang Putri Kelantan Tua/Putri Saadong II, yaitu Putri Selindung Bulan. Tokoh ini sering disebut dalam babad sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Banyak tokoh-tokoh yang juga berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara, namun peranan Walisongo begitu besar dibanding tokoh-tokoh yang lain, sehingga membuat para Walisongo lebih dikenal namanya dalam sejarah penyebaran Islam di berperan dalam penyebaran agama Islam, mereka juga berperan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Dakwah mereka berpengaruh terhadap kondisi masyarakat pada masa menyiarkan agama Islam, Walisongo memadukan budaya setempat dengan budaya Islam. Mereka menyisipkan nilai-nilai Islam dalam kesenian tradisional maupun upacara adat istiadat setempat. Misalnya dalam wayang kulit mereka mengangkat cerita-cerita nabi, dalam syair-syair keagamaan seperti suluk menyisipkan puji-pujian kepada sang Pencipta, gendhing-gendhing Jawa dengan iringan gamelannya, dan pada upacara adat disisipkan doa secara Islam. Selain menarik perhatian, para wali tersebut menjadi akrab dengan yang dilakukan oleh Walisongo tersebut dinilai lebih komunikatif, sehingga tanpa terkesan menggurui pesan dan nilai-nilai Islam yang hendak disampaikan tersampaikan tanpa harus menghilangkan yang sudah ada. Usaha tersebut membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan agama Islam, tetapi juga memperkaya budaya yang diajarkan oleh para wali bukan hanya bersifat keagamaan, tetapi mereka juga mengajarkan tentang ilmu hitung, pertanian, perkebunan, kesehatan, dan kenegaraan. Namun, inti ajaran yang ingin mereka sampaikan adalah masalah para wali tidak hidup dalam masa yang sama, tetapi mereka ada keterkaitan baik secara keturunan maupun seperguruan sebagai tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
The attachment of spiritualism to pesantren is nothing new in the world of pesantren but the phenomenon of labeling of “spiritual pesantren” by the founder is something new. One of the pesantren explicitly using the term “spiritual” is Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti spiritual pesantren. This study examines why Dzikrussyifa’ is named a spiritual pesantren while the term pesantren has contained the values of spirituality. Through qualitative method it is found that the foundation of Dzikrussyifa’ pesantren aims to fill, respond a space that has not been optimally filled by other pesantren. The founder would like to offer the paradigm of a pesantren oriented to “spirituality” referring to the Walisongo pesantren. Dzikrussyifa’ pesantren is the concrete understanding of the meaning of spirituality influenced by Islamic Sufism and Walisongo Sufism. The spirituality meaning is actualized in all activities in the pesantren from its objective, students, lecturers and subjects. It is concluded that the meaning of spirituality is close to the understanding of the term Sufism or the more practical aspect of Sufism namely tarekat. Its meaning of spiritualism is influenced by Sunni tasawuf. Dzikrussyifa’ pesantren takes the path of populist spirituality or tarekat rakyat to fill the model of tasawuf considered non-optimum AbstrakSpiritual dijadikan predikat oleh sebuah pesantren bukan hal barudalam dunia ke pesantrenan. Tetapi terdapat fenomena pesantren yang diberi label oleh pendirinya dengan sebutan “pesantren spiritual”. Salah satu pesantren yang secara eksplisit menggunakan kata “spiritual” adalah Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti. Mengapa Pesantren Dzikrussyifa’ diberi predikat “spiritual”, bukankah dalam istilah pesantren sendiri mengandung nilai-nilai spiritualitas. Melalui metode kualitatif ditemukan bahwa pendirian pesantren Dzikrussyifa’ adalah untuk mengisi, merespon, menanggapi sebuah ruang yang belum maksimal diperankan oleh pesantren-pesantren lainnya. Pendiri Pesantren Dzikrussyifa’ ingin menawarkan sebuah paradigma pesantren yang berorientasi “spiritual” dengan pijakan ala pesantren Wali Songo. Eksistensi Pesantren Dzikrussyifa’ adalah hasil konkret yang dipengaruhi dari pemaknaan sang pendiri terhadap arti spiritualitas yang dipengaruhi oleh para sufi dunia Islam dan sufistik ala Wali Songo. Pemaknaan spiritualitas tersebut diwujudkan dalam seluruh bentuk aktivitas di pesantren. Disimpulkan bahwa pemaknaannya terhadap spiritualitas lebih dekat kepada pemahaman istilah sufisme tasawuf atau dengan aspek yang lebih praktis dari tasawuf, yakni tarekat. Pemaknaannya terhadap spiritualitas dipengaruhi oleh tasawuf Sunni. Pesantren Dzikrussyifa’ mengambil jalan “spiritual kerakyatan” atau “tarekat rakyat” dalam rangka mengisi model tasawuf yang terasa kurang daya dorongnya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 96EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanSPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANSPIRITUALITY AND DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGAN SPIRITUAL PESANTRENHusen Hasan BasriPuslitbang Pendidikan Agama dan KeagamaanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIJl. MH Thamrin No. 06 Jakarta Pusat, Email hhasanbasri diterima 27 Februari 2015. Revisi pertama, 14 Maret 2015. Revisi kedua, 19 Maret 2015 dan revisi terahir 3 April 2015AbstractThe attachment of spiritualism to pesantren is nothing new in the world of pesantren but the phe-nomenon of labeling of “spiritual pesantren” by the founder is something new. One of the pesantren explicitly using the term “spiritual” is Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti spiritual pesantren. This study examines why Dzikrussyifa’ is named a spiritual pesantren while the term pesantren has contained the values of spirituality. Through qualitative method it is found that the foundation of Dzikru-ssyifa’ pesantren aims to ll, respond a space that has not been optimally lled by other pesantren. The founder would like to oer the paradigm of a pesantren oriented to “spirituality” referring to the Walisongo pesantren. Dzikrussyifa’ pesantren is the concrete understanding of the meaning of spir-ituality inuenced by Islamic Susm and Walison-go Susm. The spirituality meaning is actualized in all activities in the pesantren from its objective, students, lecturers and subjects. It is concluded that the meaning of spirituality is close to the under-standing of the term Susm or the more practical aspect of Susm namely tarekat. Its meaning of spiritualism is inuenced by Sunni tasawuf. Dzikru-ssyifa’ pesantren takes the path of populist spiritu-ality or tarekat rakyat to ll the model of tasawuf considered Words Spirituality, Tasawuf, Spiritual Pesan-trenAbstrakSpiritual dijadikan predikat oleh sebuah pe-santren bukan hal baru dalam dunia ke pesant-renan. Tetapi terdapat fenomena pesantren yang diberi label oleh pendirinya dengan sebutan “pe-santren spiritual”. Salah satu pesantren yang secara eksplisit menggunakan kata “spiritual” adalah Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti. Mengapa Pesantren Dzikrussyifa’ diberi predikat “spiritual”, bukankah dalam is-tilah pesantren sendiri mengandung nilai-nilai spiritualitas. Melalui metode kualitatif ditemukan bahwa pendirian pesantren Dzikrussyifa’ adalah untuk mengisi, merespon, menanggapi sebuah ruang yang belum maksimal diperankan oleh pe-santren-pesantren lainnya. Pendiri Pesantren Dz-ikrussyifa’ ingin menawarkan sebuah paradigma pesantren yang berorientasi “spiritual” dengan pi-jakan ala pesantren Wali Songo. Eksistensi Pesant-ren Dzikrussyifa’ adalah hasil konkret yang dipen-garuhi dari pemaknaan sang pendiri terhadap arti spiritualitas yang dipengaruhi oleh para su dun-ia Islam dan sustik ala Wali Songo. Pemaknaan spiritualitas tersebut diwujudkan dalam seluruh bentuk aktivitas di pesantren. Disimpulkan bahwa pemaknaannya terhadap spiritualitas lebih dekat kepada pemahaman istilah susme tasawuf atau dengan aspek yang lebih praktis dari tasawuf, yak-ni tarekat. Pemaknaannya terhadap spiritualitas dipengaruhi oleh tasawuf Sunni. Pesantren Dz-ikrussyifa’ mengambil jalan “spiritual kerakyatan” atau “tarekat rakyat” dalam rangka mengisi model tasawuf yang terasa kurang daya dorongnya. Kata Kunci Spiritualitas, Tasawuf, Pesantren SpiritualEDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 96 25-Nov-15 55042 AM 97Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANPENDAHULUANKemunculan fenomena pesantren yang diberi label oleh pendirinya dengan sebutan “pesantren spiritual” mengingatkan kembali kepada model Wali Songo dalam penyebaran dan penanaman ajaran Islam di Jawa melalui pendekatan tasawuf 1 dan “pesantren”. Perpaduan antara pendekatan tasawuf dan “pesantren” kemudian menjadi—meminjam istilah Lombard—jaringan-jaringan Islam yang agraris dari unsur-unsur penggerak dalam Islam Sebenarnya spiritual dijadikan predikat oleh pesantren bukan hal baru dalam dunia ke pesantrenan. Menurut Muhammad Tholhah Hasan, pesantren sejak masa Wali Songo pada abad 15 M sampai sekarang diwarnai oleh aktivitas spiritual ruhiyah baik yang dipraktikkan oleh peminat khusus khawas dari para anggota tarekat maupun yang dipraktikkan oleh kalangan umum awam dari para santri dengan kegiatan praktis sehari-hari seperti zikir, puasa sunah, wirid, hidup zuhud, berlaku sopan, menghormati guru, sabar, istikamah, dan 1 John. 1961. “Susm as a category in Indonesian Literature and History”, dalam JSEAH, 2. Lihat juga Ricklefs. 2012. Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang. Jakarta PT Serambi Ilmu Semesta. 2 Selain jaringan-jaringan Islam agraris, unsur-unsur penggerak dalam Islam Jawa adalah orang laut dan kalangan-kalangan “borjuis” pengusaha. Lihat Denis Lombard. 2005. Nusa Jawa Silang Budaya, Bagian II Jaringan Asia. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, h. 84-148. 3 Dikutip dari transkrip paparan Muhammad Tholhah Hasan yang berjudul “Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosusme” yang disampaikan dalam acara Halaqoh Ulama dengan tema Pesantren Sebagai Pusat Peradaban Islam yang dilaksanakan oleh Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan di Bogor, 13-14 Desember 2010 Membicarakan spiritualitas di pesan-tren sebenarnya tidak lain membahas hubungan pesantren dan tasawuf, karena tasawuf sendiri merupakan kelembagaan spiritualitas Islam. Namun dalam tradisi pesantren istilah tasawuf dipakai dalam kaitan aspek intelektual, sedangkan aspek-aspeknya yang bersifat etis dan praktis diistilahkan dengan sebutan Tidak banyak pesantren yang menjadi pusat gerakan tarekat dan yang mengkhususkan diri dalam bidang tasawuf sebagai objek pengajarannya. Bruinessen menyebutkan sekitar tahun 1970 terdapat empat pusat tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang penting di pulau Jawa Rejoso Jombang dengan Kiai Musta’in Romly, Mranggen dengan Kiai Muslikh, Suryalaya Tasikmalaya dengan A. Shohibulwafa Tajul Arin Abah Anom, dan Pagentongan Bogor dengan Kiai Thohir Falak. 5 Pesantren-pesantren yang menjadi pusat gerakan tarekat yang memiliki jalur ke tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah di antaranya Pesantren Al-Fithrah Kedinding Kenjeran Surabaya pimpinan KH Asrori Al-Ishaqi wafat 18 Agustus 2009. Syekh Usman Al-Ishaqi, ayah KH Asrori, adalah salah satu murid KH Romli Tamim, ayah KH Musta’in Romli, Rejoso Jombang, dan Pesantren Suryalaya Tasikmalaya pimpinan 4 Zamakhsari Dhoer. 1982. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta LP3ES, h. 135 5 Martin Van Bruinessen. 1999. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia. Bandung Mizan, h. 21. Rejoso, Mranggen, Suryalaya, Pagentongan adalah nama-nama pesantren yang dipimpin oleh kiai-kiai tersebut, dan merupakan karakteristik pesantren salayah atau tradisional yang menamakan pesantrennya dengan nama daerah dimana pesantren-pesantren itu berada. EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 97 25-Nov-15 55042 AM 98EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIAbah Anom. Pesantren ini sering dikenal oleh publik sebagai pusat pengobatan bagi pecandu Sepeninggal Abah Anom September 2011, sesepuh pesan-tren diteruskan oleh KH. Zaenal Abidin Anwar sekaligus pengemban amanah untuk memimpin tarekat Qadiriyah wa satu pesantren—bisa juga satu-satunya—yang secara eksplisit menggunakan kata “spiritual” adalah Pesantren Spiri-tual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti selanjutnya ditulis Pesantren Dzikrussyifa’. Pesantren yang dipelopori dan sekaligus dipimpin oleh Kiai Muhammad Muzakkin merupakan kebutuhan masyarakat orang yang sakit jiwa dan pecandu narkoba yang menginginkan pengobatan dengan cara spiritual. Pesantren yang didirikan pada 5 Januari 2000 terletak di dusun Sekanor desa Sendangagung kecamatan Paciran Lamongan. Jika Pesantren Suryalaya dan pesantren-pesantren lainnya yang menjadikan tarekat sebagai pusat pengajaran tidak secara eksplisit menggunakan kalimat “spiritual” dalam nama pesantrennya, meskipun S. Soebardi menyebut pesantren Suryalaya dengan sebutan “pesantren tarekat Surya-laya”,7 maka Pesantren Dzikrussyifa’ me-nam bah kata “spiritual”, bahkan dalam papan nama dan logo surah ditambah frase “khusus rehabilitasi sakit jiwa dan pe-candu narkoba”. Frase ini mungkin untuk mengaitkan dengan kata “Dzikrussyifa” 6 Nurcholis Madjid. 1974. “Tasawuf dan Pesantren”, dalam Dawam Rahardjo ed, Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta LP3ES, h. 105. 7 S. Soebardi. 1978. “The Pesantren Tarikat of Suralaya”, dalam ed, SPECTRUM. Jakarta Dian Rakyat. yang memiliki arti ingat dan obat. Kalimat “Asma’ Berojomusti” sendiri mengesankan adanya term Jawa yang dikaitkan dengan ilmu kebatinan atau kekebalan. Ada harapan dari pimpinan untuk menjadikan Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai barometer kegiatan keagamaan yang bersifat pendidikan supranatural di kawasan Pantai Utara Jawa Pantura. Mungkin harapan dari pimpinan inilah yang membuat kalangan media menyebut Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai Pesantren Jin”.8 Meskipun dibantah oleh pihak pengasuhnya, salah satu pesantren yang oleh media sering dikaitkan dengan “jin” dalam pembangunannya ada-lah Pesantren Salayah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah Turen Malang Jawa Timur. Pesantren ini oleh masyarakat disebut Masjid Pesantren Dzikrussyifa’ diberi predikat “spiritual”, bukankah dalam istilah pesantren sendiri mengandung nilai-nilai spiritualitas. Memang pesantren itu memiliki potensi spiritual baca-tasawuf untuk memberikan perbaikan moral dan 8 Beberapa media online memberikan judul beritanya tentang Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai berikut. Minggu, 13 April 2014 dengan judul “Puluhan Caleg Stres Terapi di Pondok Pesantren Jin di Lamongan”; Merdeka. com, Sabtu, 3 Mei 2014 dengan judul “Mengintip pesantren Jin’ di Lamongan Yang Obati 58 Caleg Stres”; Senin 14 April 2014 dengan judul “Kiai Muzakkin Gunakan Jin Obati Caleg Stres”; Rabu, 26 Agustus 2009 dengan judul “Wah, Ada Pengajian Khusus Bangsa Jin di Lamongan”; Minggu, 27 September 2009 dengan judul “Jin dari Mesir pun Nyantri di Lamongan”; Senin, 7 September 2014 dengan judul “Ramadan, Giliran Jin Diasuh di Ponpes Berojomusti”; Rabu, 9 Desember 2009 dengan judul “Seribu Jin Amankan Hari Antikorupsi”. 9 V13_n1_2015 A4 isi 98 25-Nov-15 55042 AM 99Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANkarakter, namun sebagaimana diungkap oleh Hasan bahwa di pesantren daya tahan tasawuf lebih dominan dari pada daya dorongnya. Pendirian Pesantren Dzikrussyifa’ untuk mengisi, merespons, menanggapi sebuah ruang yang belum maksimal diperankan oleh pesantren-pe-santren lainnya. Pendiri Pesantren Dzikrus-syifa’ ingin menawarkan sebuah paradigma pesantren yang berorientasi “spiritual” dengan pijakan ala pesantren Wali Songo. Eksistensi Pesantren Dzikrussyifa’ adalah hasil konkret yang dipengaruhi dari pemaknaan sang pendiri terhadap arti spiri-tualitas. Sebenarnya, seperti apakah Pesantren Dzikrussyifa’? Apa makna spiritual yang melekat dalam nama Pesantren Dzikrus-syifa’? Sejauh mana pemaknaan label spiritual itu memengaruhi proses kegiatan di Pesantren Dzikrussyifa? Karena itu, diperlukan sebuah penelitian empirik agar dapat memberikan gambaran tentang eksis-tensi Pesantren Dzikrussyifa’ yang memberi label “spiritual” itu relasinya dengan gerakan spiritualitas Islam tasawuf di masa lalu. Dari latar belakang masalah tersebut, ada dua fokus masalah penelitian ber-kaitan dengan fenomena Pesantren Dzikrus-syifa’ yang ingin dijawab dalam pene litian ini, yaitu pertama, apa makna spiri tualitas menurut pimpinan Pesantren Dzikurus-syifa’? dan apakah terdapat satu model spiritual yang memengaruhi pemaknaan spiritualitas tersebut? dan kedua, sejauh mana pemaknaan spiritualitas tersebut meme ngaruhi aktivitas Pesantren Dzikrus-syifa’?.Penelitian ini bertujuan untuk men-deskripsikan pertama, makna spiritualitas menurut pimpinan Pesantren Dzikrussyifa’ dan model spiritual yang memengaruhi pemaknaan spiritualitas, dan kedua, penga-ruh pemaknaan spiritualitas terhadap aktivitas Pesantren Dzikrussyifa’.Penelitian ini diharapkan dapat meleng-kapi studi tentang hubungan pesantren dan potensi tasawuf. Penelitian ini diharapkan dapat digali spiritual ala pesantren dalam pengembangan pendidikan karakter dan pendidikan akhlak yang saat ini menjadi isu yang hangat diperbincangkan. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat diper-oleh bahan pemikiran untuk menjadi pijakan dalam pengembangan pesantren. Kerangka Konseptual Spiritualitas telah menjadi tema me narik di saat hidup dan kehidupan mengalami perkembangan yang sangat cepat. Istilah spiritualitas mengandung beberapa pengertian baik secara keba-hasaan maupun secara terminologi. Secara kebahasaan perkataan spiritualitas ber-asal dari perkataan spirit yang berarti roh, jiwa, semangat atau keagamaan. Jadi, spiri-tualitas secara kebahasaan bisa diartikan sebagai segala aspek yang berkenaan dengan jiwa, semangat, dan keagamaan yang memengaruhi kualitas hidup dan kehidupan seseorang. Dalam Encyclopedia Americana disebutkan bahwa istilah spi-ritualitas atau spiritualism kadang-kadang digunakan dengan mengacu kepada se-buah aliran lsafat manusia, lawan dari aliran materialism. Kadang-kadang, istilah spiritualism digunakan untuk menunjuk sebuah sekte agama atau kelompok umat beragama dari kalangan Kristen yang EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 99 25-Nov-15 55042 AM 100EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRImenekankan doktrin bahwa ruh orang yang sudah mati masih hidup sebagai seorang pribadi yang dapat berkomunikasi dengan orang yang masih hidup melalui seorang yang dikenal sebagai medium. Istilah Spiritualitas adalah dimensi batin esoteric dimension atau jiwa agama dalam kehidupan manusia. Spiritual Islam disebut tasawuf, di barat orang menyebutnya Islamic Mysticsm atau susm. 10 Tasawuf sebenarnya sudah berkembang pada zaman Nabi tapi sebutan tasawuf itu baru ada pada akhir abad ke 1 Hijriyah atau pada awal abad ke-2 Tasawuf seba gai sebuah gerakan diawali oleh gerakan zuhud dan uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Basri H/728 M, Rabi’ah Adawiyah H/801 M dan Ibrahim bin Adham w. 159 H/777 M. Kehidupan model zuhud kemudian berkembang pada abad ke-3 Hijriyah ketika kaum su mulai mem perhatikan aspek-aspek teoritis psi-kologis dalam rangka pembentukan peri-laku hingga tasawuf menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pemikiran-pemikiran yang lahir selanjutnya terlibat dalam masalah-masalah epistemologis. Masalah-masalah ini berkaitan langsung dengan pembahasan mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT, sehingga lahir konsepsi-konsepsi seperti fana’, terutama oleh Abu Yazid Al-Busthami w. 261 H/874 M. Tasawuf kemudian menjadi sebuah ilmu setelah sebelumnya hanya merupakan iba-dah-ibadah praktis. Pada abad ke-3 dan 10 Lihat Muchlis Hana, editor. 2010. Spiritualitas dan Akhlak. Jakarta Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama, h. 471 dan 445 11Transkrip paparan Muhammad Tholhah Hasan, “Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosusme”, hal. 1 ke-4 H muncul tokoh-tokoh tasawuf seperti Al-Junaid M dan Sari Al-Saqathi M serta Al-Kharaj M yang memberikan pengajaran dan pendidikan kepada para murid dalam sebuah bentuk jamaah. Pada periode ini muncul pula jenis baru tasawuf yang diperkenalkan Al-Husain ibn Manshur Al-Hallaj M yang dihukum mati akibat doktrin hulul-nya. 12Pada abad ke-5 Imam Al-Ghazali 1059-1111 M tampil menentang jenis-jenis tasawuf yang dianggapnya tidak se suai dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah dengan mengembalikan tasawuf kepada status semula sebagai jalan hidup zuhud, pen-didikan jiwa dan pembentukan moral. Tasa-wuf semacam ini disebut tasawuf Sejak tampilnya Al-Ghazali, pengaruh tasawuf Sunni mulai menyebar di Dunia Bahkan muncul tokoh-tokoh su terkemuka yang membentuk tarekat un-tuk mendidik para murid, seperti Syaikh Ahmad Rifa’i H dan Syaikh Abd Al-Qadir Jailani H/1166 M yang sangat 12 Alwi Shihab. 2009. Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Falsa Akar Tasawuf di Indonesia. Depok Pustaka Iman, h. 45 13 Ibid. h. 50 14 Pemikiran keagamaan Al-Ghazali tidak hanya berpengaruh di kalangan Islam, tetapi juga di kalangan Yahudi dan Kristen. Pengaruh Al-Ghazali dalam pemikiran Yahudi dengan tampilnya Filsuf Yahudi, Musa Ibn Maymun Moses the Maimonides melalui karya al-Munqidz min al-Dlalal, persis judul sebuah kitab al-Ghazali. Pengaruh al-Ghazali di kalangan Kristen melalui lsafat Bonaventura. Pandangan susme al-Ghazali memperoleh salurannya dalam mistisime Kristen Katolik melalui Ordo Fransiscan seperti diungkapkan dalam novel best seller nya Umberto Eco, The Name of the Rose. Lihat Nurhcolis Madjid. 2009. Kaki Langit Peradaban Islam. Jakarta Paramadina bekerjasama dengan penerbit Dian Rakyat, khususnya bagian “Pandangan Tasawuf-Falsa Imam Al-Ghzali”, h. 89-90 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 100 25-Nov-15 55042 AM 101Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANlain yang ikut menentukan pengaruh Al-Ghazali terhadap tasawuf Walisongo adalah karena salah seorang pemimpin tarekat Al-Alawiyah, yakni Imam Muhammad ibn Ali dengan gelar Al-Faqih Al-Muqadam pemimpin ahli kih memiliki kesamaan dengan Al-Ghazali. Dari Muhammad ibn Ali inilah Walisongo mengambil metode dan cara dakwahnya. Dan, dari segi akidah Walisongo mengikuti faham Asy’ Spiritualitas Walisongo berisikan ke-arifan dan kemampuan spirit Islam sehingga dapat berbicara sesuai dengan kapasitas para audiennya. Mereka melakukan modikasi adat istiadat dan tradisi setempat sedemikian rupa agar tidak bertentangan dengan dasar-dasar Islam. Ada yang mengatakan bahwa Islam tidak akan pernah menjadi the religion of Java jika susme yang dikembangkan oleh Walisongo tidak mengakar dalam Walisongo terlibat secara sik dalam peran serta sosial untuk memetakan dan sekaligus memecahkan permasalahan masyarakat, dan untuk memberikan con-toh ideal dan religius kemasyarakatan. Penting nya tentang modeling Walisongo, Abdurahman Mas’ud menyatakan ...Usaha Maulana Malik Ibrahim w. 1419 di Gresik, Jawa Timur, untuk melem-bagakan metode pendidikan yang pada masa-masa berikutnya dikenal sebagai “pesantren”. Guna mengantisipasi dan mengakomodir pertanyaan-pertanyaan so-sial keagamaan serta dalam rangka meng-himpun anggota, Ibrahim menggunakan sistem pesantren. Tidaklah sulit baginya untuk mendirikan sebuah pesantren, se-17 Ibid. h. 30-31 dan 3418 Lihat Abdurahman Mas’ud. 2006. Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren. Jakarta Kencana Prenada Media Group, h. 57 terpengaruh oleh garis tasawuf Al-Ghazali. Pilihan yang sama dilakukan generasi berikut, antara lain yang paling menonjol adalah, Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili H dan muridnya, Abu Al-Abbas Al-Mursi w. 686 H, serta Ibn Atha’illah Al-Sakandari w. 709 H.15Sejumlah su pada abad ke-6 H yang berorientasi lsafat, antara lain Suhrawardi Al-Maqtul, tokoh ilmu huduri atau presensial w. 587 H, Ibn Arabi H, penyair su Mesir, Umar Ibn Al-Faridh H, dan Abd Al-Haq Ibn Sab’in w. 669 H. Dalam aliran mereka berkembang panteisme wahdatul Wujud yang mengarahkan tasawuf pada “kebersatuan” dengan Kemunculan aliran tersebut menjadikan tasawuf terbagi dua, yaitu pertama, tasa-wuf Sunni yang dikembangkan para su pada abad ke-3 dan ke-4 yang disusul Al-Ghazali dan para pengikutnya dari syaikh-syaikh tarekat. Kedua, tasawuf falsa yang menggabungkan tasawuf dengan berbagai aliran mistik dari lingkungan di luar Islam, seperti dalam Hinduisme, kependetaan Kristen atau teoso dalam neo-Platonisme. Kedua jenis tasawuf baik Sunni maupun falsa berkembang di Indonesia. Model tasawuf Sunni banyak dianut oleh pelopor dan pemimpin dakwah Islam Indonesia—termasuk Walisongo. Adanya pengaruh Al-Ghazali yang berakar kuat dalam pemikiran tasawuf Walisongo, ter-utama disebabkan karena pencetus tarekat mereka, Al-Alawiyah, yakni Syaikh Al-Imam Abdullah ibn Al-Imam Ahmad Al-Muhajir adalah leluhur Walisongo. Faktor 15 Alwi Shihab. 2009. Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Falsa..., h. 50-51 16 Ibid. h. 51 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 101 25-Nov-15 55042 AM 102EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIbab ia telah memiliki banyak pengikut setia serta kekayaan dari hasil usaha dagangn-ya. Dilaporkan bahwa seharian penuh, dia membawa masyarakatnya ke lahan perta-nian, sementara malam harinya dia menga-jar mereka pelajaran-pelajaran dasar, khu-susnya Al-Quran dan Hadits di lembaganya ini. Karena caranya berdakwah inilah dia disebut sebagai bapak atau guru pesantren masa awal di Jawa. Pada saat yang sama dia juga merupakan bapak spiritual dari Wali-songo. 19 Deskripsi di atas memperlihatkan bahwa spiritual Walisongo menjalankan ajaran Islam model Nabi Muhammad, dan meng-ajarkannya melalui jalan sustik yang tidak bertentangan dengan ajaran model Nabi Muhammad serta mengakomodir tradisi dan kebiasaan lokal. Spiritual Walisongo juga adalah “keteladanan yang baik” sebelum “berucap kata”. Meskipun tumbuhnya pesantren atau pondok dapat ditelusuri ke belakang sebagai bermula dari sistem zawiyah kaum su yang dikembangkan, tetapi kenyataan sekarang tidak berarti setiap pesantren merupakan pusat gerakan tasawuf. Sekarang ini pesantren lebih dikenal sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran. Sedangkan yang melakukan peranan sebagai pusat gerakan tarekat hanya sedikit saja. Lebih sedikit lagi ialah pesantren yang mengkhususkan diri dalam bidang tasawuf sebagai objek pengajarannya. Susme di Indonesia agaknya lebih terbatas kepada segi-seginya yang praktis saja, sedangkan segi pemikiran kontemplatifnya sangat kurang. Karena itu perkataan “tarekat” adalah lebih dikenal daripada perkataan tasawuf, khususnya di 19 Ibid., h. 62 kalangan para pengikut awam yang merupa-kan bagian di pesantren yang berpegang kepada doktrin-doktrin ortodoks yang menjauhkan dari panteisme dan sebangsanya itu adalah berkat dijadikannya ajaran-ajaran Imam Al-Ghazali sebagai pegangan pokok. Tolkhah Hasan menyebut bahwa tasawuf-tasawuf yang masuk di Indonesia dan di pesantren adalah 95% Tasawuf Sunni. Tasawuf yang menggunakan pendekatan Abu Yazid Al-Bustami, Al-Hallaj, Suhrawardi Al-Maqtul, ibnu Arobi, dan Hamzah Fansuri yang ada di Aceh adalah kelanjutan dari Tasawuf Falsa, tetapi di pesantren sekarang yang eksis adalah Tasawuf Sunni yang dibatasi oleh al-Junaid al-Baghdadi, yakni attasawufu baytun wassariatu Esiensi gerakan tasawuf adalah karena organisasi yang muncul sebagai perkum-pulan-perkumpulan tarekat. Tarekat atau thariqah adalah aliran tentang jalan atau cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Tarekat tidak membicarakan segi lsafat dari pada tasawuf, tetapi amalan atau praktisnya. Tradisi pesantren mengenal dua bentuk tarekat, yaitu pertama, tarekat yang dipraktikkan menurut cara-cara yang dilakukan oleh organisasi-organisasi tarekat; dan kedua, tarekat yang dipraktikkan menurut cara di luar ketentuan organisasi-organisasi tarekat. Beberapa organisasi tarekat dapat disebutkan, seperti Satariyah dikembangkan oleh Abdurrauf Sinkel dan Abdul Muhyi, Qodiriyah, Naqsabandiyah, Qodiriyah wa Naqsabandiyah, Rahmaniyah, 20Transkrip paparan Muhammad Tholhah Hasan, Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosusme, h. 2 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 102 25-Nov-15 55043 AM 103Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANRifaiyah, Siddiqiyah, Syadhiliyyah, dan Wahidiyyah. 21Menurut Tolkhah Hasan bahwa Wali-songo semuanya memiliki pesantren baik pesantren besar maupun pesantren kecil. Semua pesantren Walisongo ada tasawufnya. Dalam primbonnya sunan Bonang disebutkan bahwa yang diajarkan Walisongo adalah kih yang diajarkan mazhab Imam Sya’i, aqidah mengikuti imam Al-Asyari dan lsafatnya atau tasawufnya mengikuti aliran imam Al Ghazali. Jadi, lanjut Tolkhah Hasan, jelas bahwa di Indonesia tasawuf yang dibawa ke pondok pesantren adalah tasawuf-tasawuf yang suni, sampai belakangan pengaruh tasawuf di pesantren itu mengalami perubahan. Namun demikian, menurut Muhammad Tholhah Hasan sampai hari ini potensi tasawuf dan pesantren yang menggunakan tasawuf sebagai salah satu alat untuk mengembangkan dan mempertahankan diri masih tetap kuat. Tetapi, daya dorong tasawuf lebih lemah daripada daya tahannya, tasawuf sebagai daya dorong ini belum optimal dibanding dengan tasawuf sebagai daya tahan. 22Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-kua-litatif. Deskriptif-kualitatif pada umum-nya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus. Penelitian deskriptif-kualitatif studi kasus merupakan penelitian Penelitian dilakukan di Pesan-21 Zamkhsari Dhoer. 1982. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta LP3ES, h. 136-14222 Ibid. 23 Lihat Burhan Bungin. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial tren Spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojo-musti yang berlokasi di dusun Sekanor, desa Sendangagung kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Waktu penelitian lapangan dilakukan pada 3-10 November 2014. Meskipun tergolong baru dan kecil untuk ukuran pesantren-pesantren di Jawa pada umumnya, atau Lamongan khu-susnya, pesantren spiritual Dzikrussyifa’ menjadi salah satu varian dari ragam atau model pesantren salayah yang ingin mengaktualkan potensi tasawuf dalam mendorong pembinaan akhlak umat yang akhir-akhir ini dirasa berkurang. Selain itu, posisi pesantren ini berada dalam wilayah budaya pesisir yang memiliki sifat terbuka dan mobile dan posisi Paciran yang memiliki pesantren Muhammadiyah, di ataranya pesantren Karangasem Muhammadiyah yang disebut Mastuhu sebagai pusat pembinaan kader Posisi pesantren ini juga berdekatan dengan pesantren Al-Islam Lamongan yang pernah menasional bahkan menginternasional karena kasus pengumpulan data lebih meng-andalkan pada studi kepustakaan. Keber-hasilan studi kepustakaan memengaruhi ke-berhasilan penelitian lapangan. Penelusuran data primer dilakukan melalui wawancara dengan nara sumber kunci key informan, pelaku/aktor, mereka yang terlibat de ngan berbagai peran yang dimiliki. Saya mewa-wancarai pimpinan pesantren hampir setiap hari selama saya tinggal di pesantren. Selain Lainnya. Jakarta Kencana. 24 Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta INIS EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 103 25-Nov-15 55043 AM 104EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIitu, saya mewawancarai guru pembimbing dan pihak kemenag kab. dilakukan untuk mengangkat realita secara lebih utuh dengan tetap menggunakan pendekatan emik, artinya peneliti berupaya menangkap dan memahami fenomena yang ada, sebagaimana komunitas Pesantren Dzikrussyifa’ memaknai realitas tersebut. Observasi dilakukan terhadap semua kegiatan di Pesantren Dzikrussyifa’. Pesantren Dzikrussyifa sendiri dengan segala aktivitasnya merupakan “teks” yang bisa menjadi sumber data. Observasi dilakukan juga terhadap proses interaksi pimpinan dengan para pasien, masyarakat, penataan sik, dan gambar-gambar. Pengumpulan data ini dilaksanakan oleh saya sendiri dan dibantu oleh pembantu peneliti. Observasi ke pesantren dilakukan selama 4 hari dan 3 malam. Analisa data kualitatif dilakukan sebelum, selama dan setelah pengumpulan data. Sebelum dilakukan pengumpulan data, penulis memulai untuk memfokuskan data-data apa yang akan dijadikan unit analisis. Data dan informasi yang terkumpul dikoding dan direduksi kemudian dianalisa sesuai dengan formula kerangka konsep gerakan spiritualitas baik di dunia Muslim maupun khas Indonesia dan lebih khusus lagi spiritualitas di pesantren. Hasil analisa ini selanjutnya diintrepretasi. Hasil penelitian dalam bentuk data penelitian yang dituliskan di sini saya anggap hanya sebagai titik awal dan bersifat permukaan dari realitas yang sesungguhnya. Meskipun digunakan bangunan konseptual, data penelitian atau hasil penelitian yang telah diinterpretasi yang menjadi “pembahasan penelitian” lebih banyak dibantu oleh nara sumber dan informan. Terhadap makna dibalik teks dan simbol yang ada di Pesantren Dzikrussyifa, sedikit yang saya ketahui dan pahami. Karena itu, data-data penelitian yang berupa kata-kata, teks, dan simbol diinterpretasi maknanya oleh saya bersama-sama dengan nara sumber. Hasil analisa dan interpretasi tersebut tersaji dalam “hasil dan pembahasan” berikut .HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian akan diawali dengan pemaparan pemaknaan spiritualitas menurut pimpinan Pesantren Dzikrussyifa’, kemudian diuraikan salah satu model spiritual yang meme-ngaruhi pemaknaan spiritualitas tersebut. Uraian selanjutnya terkait pengaruh pe-maknaan spiritualitas terhadap aktivitas Pesantren Dzikrussyifa’. Sosok Kiai Muhammad Muzakkin dan Pemaknaan Spiritualitas Pesantren Dzikrussyifa’ identik de-ngan sosok Kiai Muhammad Muzakkin se-lan jutnya ditulis Kiai Muzakkin. Pemak-naan spiritualitas menurut Pesantren Dzikrussyifa’ adalah pemaknaan spiritualitas menurut Kiai Muzakkin sendiri. Meskipun tidak seluruhnya mewakili kelembagaan pesantren, kiai dalam sebuah pesantren adalah unsur kuncinya. Untuk mengetahui siapa sebenarnya sosok Kiai Muzakkin itu dan apa pemikirannya dalam bidang tasawuf, saya melakukan penelusuran baik mewawancarai langsung Kiai Muzakkin maupun data dari buku-buku yang ia tulis dan dari berbagai media. Kiai Muzakkin dilahirkan di desa Dadapan kecamatan Solokuro kabupaten Lamongan Jawa Timur pada tanggal 5 Juli 1968. Sejak kecil diasuh oleh kedua orang EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 104 25-Nov-15 55043 AM 105Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANtuanya bernama bapak Suparman dan Ibu Darkah. Sebagaimana dituturkan Kiai Muzakkin bahwa dirinya dari garis bapak tersambung ke Jaka Tingkir dan garis ibu tersambung sampai mbok rondo Dadapan yang mempunyai putra yang terkenal bernama Ande-Ande dibesarkan dan dididik dalam lingkungan spiritual, bapak dan ibunya adalah seorang lelaku spiritual. Kalau siang berpuasa dan malam melakukan dzikir, berkhalwat, bertahajud, dan bermujahadah. Selain itu, kedua orang tuanya adalah seorang penganut tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang bermursyid kepada KH Asrori Al-Ishaqi bin Syekh Usman Al-Ishaqi di Kedinding Kiai Muzakkin hidup seperti orang pada umumnya. Ia bersekolah TK, MI, MTs, MA, dan mengenyam Perguruan Tinggi. Ia menikah dengan Nurul Hasanah yang berasal dari desa Sendangduwur kecamatan Paciran Lamongan. Pasangan Kiai Muzakkin dan Nurul Hasanah dikarunia 3 tiga orang putra-putri Jayyidatun Nisa al-Muzakkiyah, Akhnaf Farrel al-Muzakki, dan Haikal Azmni al-Muzakki almarhum. Sejak kecil sudah diajari dan digembleng oleh orang tuanya serta dikenalkan dengan dunia mistis seperti ditunjukkan kepada 25 KH Asrori Al-Ishaqi yang wafat 18 Agustus 2009 adalah mursyid Thoriqoh Qadiriyah wan Naqsabandiyah dan pendiri Pesantren Al-Fithrah Kedinding Kenjeran Surabaya. Ia putra Syekh Usman Al-Ishaqi. Nama Al-Ishaqi dinisbahkan kepada maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Syekh Usman masih keturunan Sunan Giri. Ia menjadi mursyid Thoriqoh Qadiriyah wan Naqsabandiyah menggantikan ayahnya, Syekh Usman Al-Ishaqi. Syekh Usman adalah salah satu murid KH Romli Tamim, ayah KH Musta’in Romli, Rejoso Jombang. Lihat 19 Agustus 2009. alam gaib bangsa Jin. Itu dilakukan hingga usia remaja. Ketika menjelang dewasa, perjalanan spiritual itu dilanjutkan dengan mengembangkan secara pribadi tetapi masih dalam pantauan kedua orang tuanya. Sehingga apa yang dilakukan Kiai Muzakkin benar-benar matang dan tidak berdampak pada risiko yang negatif stress karena tidak kuat dengan ilmunya. Pengalaman spiritual itu berlanjut dengan melakukan meditasi di beberapa tempat seperti di makam Walisongo dan tempat-tempat keramat lainnya. Mengapa perjalanan spiritual ini harus dilakukan di tempat tersebut? Menurut Kiai Muzakin karena di tempat itu terminalnya barang gaib jin Islam yang bisa diajak komunikasi untuk kepentingan sesuatu. Dari situlah Kiai Muzakin yang sudah melekat dalam spiritual merasa dekat dengan Allah SWT. Pengalaman beragam spiritual itulah yang melahirkan berdirinya sebuah lembaga yang bernama pesantren yang diberi predikat dengan “spiritual”. Kehidupan keseharian Kiai Muzakin, sebagaimana saya lihat selama berinteraksi dengannya, tidak jauh berbeda dengan kehidupan masyarakat lainnya. Ia menjalani hidup dan bergaul dengan masyarakat yang memiliki status dan tingkatan sosial yang beragam. Suatu hari saya diajak olehnya berkeliling wilayah Paciran baik untuk sekedar makan dan minum di warung kopi maupun untuk diperkenalkan dengan tempat-tempat ziarah seperti masjid dan makam Sunan Sendangduwur, dan lokasi-lokasi pesantren seperti pesantren Al-Islam Lamongan dan makam Amrozi yang terkenal dengan kasus bom Bali. EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 105 25-Nov-15 55043 AM 106EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRISaat ini, selain sebagai pendiri pesantren spiritual ia juga memimpin sebuah lembaga swadaya masyarakat di antaranya LCW Lamongan Corruption Watch, JCW Jawa Timur Corruption Wacth dan BPAN-RI Badan Penyelamat Aset Negara Republik Indonesia. Keterlibatan dalam lembaga-lembaga tersebut bukan tanpa alasan, karena ia adalah seorang ahli hukum dan dosen pasca sarjana hukum di beberapa kampus di Jawa Timur. Ia juga adalah konsultan hukum yang menangani permasalahan hukum kasus pidana maupun perdata, khususnya dunia korupsi sesuai dengan lembaga yang dipimpinnya. Atas peran dan kiprahnya dalam bidang pemberantasan korupsi, Prof. Nils Bubandt, seorang akademisi dan guru besar Anthropology Aarhus University Denmark, dalam bukunya yang berjudul Democracy, Corruption and The Politics of Spirits in Contemporary Indonesia, mengupas tuntas seputar perjalanan dan kiprah perjuangan Kiai Muzakkin dalam pemberantasan korupsi dengan pendekatan spiritual. Kiai Muzakkin dapat disebut seorang seniman dan budayawan. Pasca peristiwa bom Bali tahun 2003, Kiai Muzakkin menulis sebuah puisi dengan judul “Jihad Lalat”. Puisi tersebut dalam rangka mengkritisi pemahaman tentang berjihad yang dilakukan oleh Amrozi cs. Jihad lalat itu sebagaimana yang tertulis di puisi berikut ini Jangan kau potong satu punAyat-ayat Allah yang panjang ituJangan kau tembak lalat yang menempel di badankuHanya untuk kepentingan sesaatApalagi dengan meriam dan nuklirmuApalagi dengan bom dan rudalmuJangan kau paksa berjihad karena satu lalatBerbahaya ..................................Aku mengerti kau pejuangAku bangga kau penegak kebenaranKenapa kau potong Ayat-ayat AllahHingga nyawa melayang tersia-siaHidup ini berjuangBukan pembunuhanKerja baik karena imanBukan merampok demi IslamJangan potong satu punAyat-ayat Allah yang panjang ituWalaupun kau mampuBuikin dunia jadi abuSecara keseluruhan, isi puisi tersebut mengandung pesan moral terhadap sese-orang yang melakukan jihad agar tidak menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang se-potong-potong karena pemahaman demi-kian akan berdampak negatif terhadap Islam itu sendiri dan masyarakat pada umum-nya. Ia juga menulis dua buah judul puisi untuk menggambarkan kota Lamongan, yaitu Lamongan Mengguncang Dunia dan Lamongan Kota Soto. Judul puisi pertama berisikan Lamongan sebagai sebuah kota yang awalnya dibanggakan men jadi kota yang memprihatinkan karena ada seorang warga Lamongan yang telah meng-hancurkan pulau Bali. Sedangkan judul puisi yang kedua berisikan tentang keter-kenalan satu masakan khas Lamongan, Soto, yang menghiasi dari pelosok desa sampai ibu kota. Selain ketiga puisi tersebut, ia juga menulis judul puisi Perjuangan Belum Selesai yang berisikan curahan sang penulis EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 106 25-Nov-15 55043 AM 107Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANpuisi tentang kondisi bangsa dan negara Indonesia, dan puisi berjudul Profesor Kuncir yang ia tulis bagi Prof. Drs. H. Mas Akhmad Ikhsan, seorang dosen Emiritus University of Michigen University of Wisconsin, Kepandaiannya dalam bidang tarik suara, Kiai Muzakkin membuat sebuah CD lagu yang ia kumpulkan pada saat ia bernyanyi di acara JCW. Lagu favoritnya berjudul Sempurna karya H. Rhoma Irama. Ketika saya tanya mengapa judul lagu sempurna itu adalah favoritnya, ia menjawab ”lagu itu menggambarkan kesempurnaan wanita sebagai bukti kesempurnaan ciptaan Allah, dan menyanyikan lagu itu sebagai bagian dari perjalanan spiritual”. Kisah perjalanan hidup Kiai Muzakkin secara implisit disebut oleh dirinya sebagai “perjalanan spiritual” dalam rangka menjadi “seorang spiritualis”. Kisah hidupnya sejak masa kecil, remaja, dewasa, pendiri sekaligus pimpinan Pesantren Dzikrussyifa’, pimpinan LCW, pimpinan JCW, pimpinan BPAN-RI, telah membentuk pemaknaannya terhadap spiritualitas. Spiritual didenisikan dan dimaknai oleh Kiai Muzakkin sebagai upaya untuk menyatukan rahasia ilahi dengan konsep kehidupan rohani melalui pendekatan zikir, berkhalwat, uzlah, bertahajud, bermujahadah, bermeditasi dan berkontemplasi untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai wujud “perjalanan spiritual”. Orang yang menjalankan dunia spiritual, katanya, berarti belajar menyingkap rahasia alam gaib. Setiap orang bisa menjalankan “perjalanan spiritual”. Ia mengartikan “perjalanan spiritual” sebagai proses perjalanan mencari Tuhan. Baginya, spiritualitas tidak dibatasi agama, kultur, budaya maupun ideologi. Menurut Kyai Muzakkin bahwa hasil dari “perjalanan spiritual” adalah menyatunya jiwa dan raga dengan sang maha pencipta. Ia mencontohkan kasus Syekh Siti Jenar syekh Lemah Abang. Karena tingkat tingginya perjalanan spiritual yang dilakukan Syekh Siti Jenar syekh Lemah Abang, maka apa yang keluar dari mulutnya hanya kata-kata Allah, Allah, Allah saja. Menurutnya, bagi masyarakat yang belum memahami spiritualitas akan mengklaim bahwa Syekh Siti Jenar mengaku sebagai Tuhan. Padahal aslinya tidak ada kesempatan untuk berkata lain selain Allah, Allah, Allah dan Allah. Walaupun demikian, di hadapan Allah orang yang melakukan “perjalanan spiritual” sudah digolongkan orang yang mempunyai nilai makrifat itu. Karena itu, ungkap Kiai Muzakkin, semakin tinggi tingkat spiritualitas maka akan semakin tidak dipahami kecuali oleh orang yang sama-sama mempunyai ting-katan perjalanan spiritual yang selevel. Ia mencontohkan Dulu pada saat Nabi Muhammad melakukan Isra Mi’raj dikatakan majnun oleh kaum Quraisy. Karena orang yang mengatakan, tingkat spiritualnya belum selevel. Begitu juga orang yang memahami tentang Gus Dur, jika ilmu spiritual masih jauh di bawahnya maka Gus Dur pun diang-gap “tidak waras”. Contohnya, pernah dit-nah selingkuh dengan seorang wanita, pa-dahal secara logika Gus Dur tidak ada niat untuk berbuat ke arah sana. “Pengetahuan spiritual” menjadi “ilmu spiritual” itu jika sudah dipraktikkan dalam kehidupan se-hari-hari melalui pendekatan kontak batin dengan Tuhannya. Jika dulu peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad tidak masuk akal, tetapi ketika sekarang ini sudah ada Garu-da Air, Lion Air dan lain sebagainya, maka EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 107 25-Nov-15 55043 AM 108EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIperistiwa Isra Mikraj bisa disambungkan menjadi sebuah disiplin ilmu yang masuk akal dunia penerbangan. Apa arti “pesantren” dan “pesantren spi ritual”. Kiai Muzakkin mengatakan bahwa pesantren sendiri merupakan sarana untuk melakukan perjalanan spiritual. Me-nurutnya, pesantren sebagai sarana dan spiritual adalah isi dari pada perjalanan spiritual itu. Sedangkan Pesantren Dzikrussyifa’ adalah faktor sejarah di mana pesantren ini sebelumnya memang dihuni oleh bangsa-bangsa jin dan itu tidak terjadi pada pesantren pada umumnya, selain itu mempunyai ciri khas yaitu santrinya orang yang sakit jiwa, pencandu narkoba, mantan preman, anak jalanan, dan juga bangsa jin. Kiai Muzakkin memaknai “pesantren spiritual” adalah Pesantren spiritual itu 1 tidak ada di Indonesia bahkan di dunia, 2 adanya hanya di Pesantren Spiritual Dzikrusyifa’ Asma’ Berojomusti, dan 3 dunia spiritu-al itu wilayah Allah. Setiap orang berke-sempatan untuk melakukan perjalanan spiritual. Bahkan di luar Islam, Hindu dan Budha melakukan perjalanan spiritual. Jika muncul candi Prambanan di Magelang dalam satu malam, itu bukan hal yang aneh. Karena kejadian itu dilakukan melalui pros-es perjalanan spiritual orang Buddha dan Hindu. Perjalanan spiritual itu dilakukan seseorang akan kehendak Allah. Walaupun orang tersebut tidak beragama Islam. Jadi, menurut Kiai Muzakkin, pesantren spiritual itu mengadopsi dari rahasia ilahiah. Ia menyatakan bahwa bagi mereka yang belum tahu dunia spiritual itu dianggap hal yang aneh karena mereka tidak tahu apa makna spiritual itu sendiri. Padahal pada diri seseorang mulai dari kandungan ibu sampai ia lahir di dunia dibekali spiritual oleh Allah. Itulah yang seharusnya dipahami oleh semua orang agar bisa mengerti makna yang sebenarnya apa spiritual Su Dunia Islam dan Sustik ala WalisongoMengapa pemaknaan spiritualitas seperti itu? selain pengalaman kehidupan, ada satu model spiritual yang memengaruhi pemaknaan spiritualitas menurut pimpinan Pesantren Dzikrussyifa’, yaitu para su dunia Islam dan sustik ala Walisongo. Salah satu buku yang ditulis Kiai Muzakkin yang berjudul Dzikir Menuju Tasawuf Penyejuk Hati, Penenang Jiwa dapat menjadi petunjuk bagaimana pemahamannya ter-hadap tasawuf yang merupakan bentuk spiritualitas tasawuf, dalam pandangan Kiai Muzakkin adalah sinonim dari ilmu qulub, ilmu asror, ilmu ma’arif, ilmu bathin, ilmu ahwal wa al-maqomat, ilmu suluk, ilmu thariq dan ilmu mukasyafah. Jalan yang ditempuh untuk bertasawuf adalah dengan jalan dzauq perasaan. Jalan ini berbeda dengan orang-orang salaf, mutakallimin dan losof. Dengan mengutip imam Suhrawardi, Kiai Muzakkin menguraikan bahwa keadaan atau tingkah laku orang-orang mutashowwin kaum su ada dua sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur’an surah As-Syuro ayat 13 Allah menarik pada agama itu orang yang dikehendakinya dan memberi petunjuk pada agama Nya orang yang kembali kepada-Nya. Lebih lanjut, ia mengungkapkanKeadaan atau tingkah laku yang perta-ma adalah jalannya kaum mahbubun-mur-odun yaitu orang-orang yang dicintai dan dikehendaki Tuhan. Mereka ini adalah EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 108 25-Nov-15 55043 AM 109Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANorang-orang yang mendapat derajat, ke-nikmatan dan kemuliaan dengan anuger-ah Allah tanpa dicari sebelumnya. Mereka mendapat kasyaf sebelum ijtihad berusaha dan tekun beribadah. Setelah Allah meng-hilangkan hijab dari hati mereka, mereka berijtihad dan beramal serta merasakan lezat atas amal perbuatannya dengan adanya nur yaqin yang telah dianugerahkan Allah di dalam hatinya. Adapun yang kedua adalah jalannya orang-orang yang disebut muhibbun-muridun, yaitu orang-orang yang cinta kepada Allah dan menyiapkan dirinya menuju jalan Allah. Pertama-tama mereka giat dengan ibadah, riyadhoh dan mujaha-dah, barulah mereka mendapat hidayah yakni kasyaf tersingkapnya hijab pada hati mereka.26 Kiai Muzakkin sependapat dengan Imam Junaid Al-Baghdadi bahwa kaum su mencapai makrifah tidak dari kitab atau guru tapi dengan menjalankan dan melaksanakan tasawuf dengan segala latihannya. Dengan mengutip Syeikh Zainuddin bin Ali Al-Malibary, ia menyatakan bahwa ada tiga jalan yang harus ditempuh dalam bertasawuf, yaitu Syariat, Tarekat, dan Hakikat. Syariat adalah aturan atau undang-undang dari Allah bagi hambanya baik berupa peraturan atau hukum. Tarekat adalah suatu cara atau pendakian yang ditempuh oleh kaum mutashowwifun untuk mencapai tujuan. Hakikat adalah keadaan salik sampai pada tujuan yaitu ma’rifatullah dan musyahadati nuri at-tajalli melihat nur yang nyata. Syariat bagi kaum mutashowwin tidak bisa ditinggalkan. Terkait dengan syariat ini, Kiai Muzakkin berkata26 Lihat Kiai Muhammad Muzakkin. 2005. Dzikir Menuju Tasawuf Penyejuk Hati, Penenang Jiwa. Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Lamongan, h. 20-21Syariat adalah salah satu unsur yang harus dilaksanakan, bahkan merupakan hal yang pokok bagi yang lain. Antara syariat dengan hakikat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan bagi orang bertasawuf, satu sama lain saling berpautan oleh karena itu-lah kaum mutashowwifun berkata “sesung-guhnya hakikat tanpa syariat adalah batal dan syariat tanpa hakikat adalah tak Bagaimana hubungan antara ketiga jalan yang harus ditempuh oleh kaum mutashowwifun. Kiai Muzakkin menyatakan bahwa dalam ilmu tasawuf dikatakan bahwa syariat itu merupakan peraturan, tarekat itu merupakan pelaksanaan, hakikat itu merupakan keadaan, dan ma’rifat itu merupakan tujuan yang terakhir. Ia juga mengumpamakan hubungan tersebut dengan mengutip Imam Nawawi Al-Bantani yang mengatakan hubungan syariat, thariqat, dan haqiqat adalah syariat ibarat kapal, tarekat ibarat laut, dan hakikat ibarat permata. 28 Tentang pelaksanaan cara untuk mencapai tujuan, kaum mutashowwifun antara yang satu dengan yang lain adalah berbeda-beda. Salah satu pelaksanaan untuk mencapai tujuan melalui tiga tingkatan, yaitu tingkatan takholli, yaitu tahkolli nafsi minal ahlaqil madzmumah melepaskan diri dari akhlak yang tercela. Dari tingkatan takholli ke tingkatan tahalli, yaitu nafsi bil ahlaqil mahmudah mengisi jiwa dengan akhlak yang terpuji. Dari tingkatan inilah menuju tingkatan tadjalli kenyataan tuhan. Pelaksanaan cara untuk mencapai tujuan yang diuraikan Kiai Muzakkin 27 Ibid., h. 24-25 28 Nawawi Al-Bantani. 1359 H. Syarh Maraqi al-Ubudiyah. Bandung Ma’arif, h. 5 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 109 25-Nov-15 55043 AM 110EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIhampir mirip dengan Imam Ghazali yang menggunakan istilah muhlikat dan munjiyat. Muhlikat adalah perbuatan-perbuatan yang membinasakan yang harus disingkirkan, dan munjiyat adalah perbuatan-perbuatan yang menyelematkan yang membawa manusia kepada kebahagiaan yang harus dijalankan. Imam Ghazali memberikan suatu latihan bertingkat yang disebut muroqobah dan muhasabah yang terdiri dari musyarotoh, muroqobah, mujahadah, dan mu’atabah yang akhirnya tercapailah mukasyafah tersing-kapnya hijab antara kholiq dan makhluk. Apa yang dituju dari jalan yang telah ditem puh? Artinya apa tujuan bertasawuf itu? Untuk masalah ini, Kiai Muzakkin menjelaskan Adapun tujuan orang-orang muta-showwin adalah ma’rifat billah dan insan kamil. Ma’rifat billah adalah melihat Tu-han dengan hati mereka secara jelas dan dan nyata dengan segala kenikmatan dan kebesaranNya, tetapi tidak dengan kai-yat. Artinya, Tuhan digambarkan seperti benda atau manusia ataupun yang lain de-ngan ketentuan bentuk dan rupa sebagai jawaban kaifa bagaimana zat Tuhan?. ...Istilah lain sebagai kata ganti makrifat adalah ru’yah musyahadah dan liqo’ ru’yah. Keduanya diperoleh setelah kasyaf. Ma’ri-fat billah adalah tujuan utama bagi kaum mutashowwin dan merupakan keleza-tan yang paling tinggi....Ma’rifat billah bisa diusahakan kasab dengan beberapa ting-katan, dan Ma’rifat billah bisa dicapai de-ngan adanya nur yang dianugerahkan Allah kepada hati yang bersih sesudah hamba itu terlepas dari belengu nafsu dan kotoran ma’ashi, jadi sekali-kali tidak dicapai de-ngan 29 Kiai Muhammad Muzakkin. 2005. Dzikir Menuju Tasawuf Penyejuk Hati, Penenang Jiwa. Lamongan h. Adapun tujuan bertasawuf yang lain adalah insan kamil. Menurut Kiai Muzakkin dengan mengutip konsep-konsep dari Imam Ghazali, Abi Turob An-Nachosyabi, Yahya bin Muad, Muhammad Iqbal, mengartikan insan kamil sebagai manusia yang berjiwa sempurna pada sisi Allah, ia sudah dianggap cukup untuk memberi petunjuk dan menyempurnakan hamba Allah. Ia pergi kepada Allah, ruju’ ilallah, ilmuhu min indillah. Saya melihat Kiai Muzakkin tidak sependapat dengan konsep insan kamil Ibn Arabi yang menyatakan peleburan diri dzat Tuhan dengan pribadi insan. Meskipun demikian, sebagaimana telah disebutkan, Kiai Muzakkin terlihat membela Syekh Siti Jenar syekh Lemah Abang dengan mengatakan bahwa Syekh Siti Jenar melakukan perjalanan spiritual tingkat tinggi. Karena itu, ungkap Kiai Muzakkin, semakin tinggi tingkat spiritualitas maka akan semakin tidak dipahami kecuali oleh orang yang sama-sama mempunyai tingkatan perjalanan spiritual yang para su, ajaran walisongo dan tokoh-tokoh Islam di Jawa menginspirasi pemaknaan spiritualitas menurut Kiai Muzakkin. Ia mendenisikan wali sebagai berikutWali adalah ringkasan dari waliyullah, artinya orang yang dianggap dekat dengan Tuhan. Orang keramat yang mempunyai bermacam-macam keanehan. Wali-wali itu dianggap orang yang mula-mula meny-iarkan agama Islam di Jawa dan biasa di-namakan Wali Sembilan atau Walisongo. Meskipun jumlahnya banyak dan orangnya juga bermacam-macam. Kebanyakan Wa-li-Wali itu datangnya dari negeri asing, dari 29-30EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 110 25-Nov-15 55043 AM 111Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANsebelah barat, dari negeri Atas Angin, dari Sumatera. Bahkan ada yang lebih jauh lagi. Sering kali asal-usulnya tidak diketahui orang dengan jelas. 30 Kiai Muzakkin menggambarkan bagai-mana wali-wali itu dalam menyiarkan agama Islam itu tidak menggunakan metode pidato atau ceramah di depan umum. Mereka berdakwah di dalam komunitas-komunitas terbatas bahkan dilakukan secara empat mata yang kemudian diteruskan dari mulut ke mulut. Saat pengikutnya bertambah banyak, muncullah tabligh-tabligh yang diadakan di dalam rumah-rumah perguruan, yang biasa dinamakan pondok. Pendidikan atau cara memberi pengajaran semacam ini pada waktu itu tidak asing lagi, karena dalam masa itu sudah ada mandala-mandala Hindu-Jawa, yang kemudian dinamakan pesantren. Baginya wali adalah orang yang menciptakan hal-hal yang aneh dan ganjil, yang tidak dapat dikerjakan oleh orang lain. Keadaan yang luar biasa itu diperoleh melalui latihan diri dalam pelajaran rahasia dan bertapa untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjadi kekasih-Nya sehingga apa yang ia kehendaki tercapai. 31 Walisongo, ungkap dia, terbagi dalam dua periode, yakni periode pertama adalah para Wali yang bertugas mengislamkan penduduk tanah Jawa yang sebelumnya beragama Hindu-Buddha, sedangkan Walisongo periode kedua adalah para Wali yang bertugas mengatur roda perjalanan Islam di tanah Jawa sebagai tindak lanjut dari usaha-usaha yang telah dirintis oleh para Wali periode sebelumnya. Di antara para Wali yang termasuk periode pertama 30 Ibid., h. 50 31 Ibid., h. 52 adalah Maulana Malik Ibrahim Gresik, Maulana Ishaq, Ahmad Jumadil Qubro Mojokerto, Muhammad Ali Al-Maghribi Jati Anom, Muhammad Ali Akbar Cilegon, Malik Isro’il Cilegon, Hasanuddin Banten, Aliuddin Banten, dan Subakir. Sedangkan Walisongo yang termasuk periode kedua, yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel Surabaya, Raden Ainul Yaqin atau Sunan Giri Gresik, Raden Qasim atau Sunan Drajat Lamongan, Sayyid Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang Tuban, Raden Sa’id atau Sunan Muria Gunung Muria, Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus Kudus, Raden Syahid atau Sunan Kalijogo Kadilangu Demak, Raden Fatah atau Sunan Demak Demak, dan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon. 32 Pembagian dua periodisasi sejarah Walisongo tersebut tidak banyak dikenal di masyarakat. Nama-nama Walisongo yang dikenal oleh masyarakat selama ini dalam pandangan Kiai Muzakkin termasuk Walisongo periode kedua, meskipun Maulana Malik Ibrahim Ibrahim tidak termasuk dan gantinya dimasukkan nama Raden Fatah atau Sultan Demak. Tidak dicantumkannya tanggal lahir dalam setiap nama Walisongo tersebut menyulitkan untuk diyakini kebenarannya. Pengaruh ajaran Walisongo terhadap pemaknaan spiritualitas pada Kiai Muzakkin dapat dilihat dari bagaimana ia menggambarkan ajaran-ajaran Walisongo dan tokoh Islam di Jawa dengan cara menuliskan dalam sebuah buku dengan judul Kisah Perjalanan Tokoh Islam di Kawasan 32 Muhammad Muzakkin. 2003. Reaktualisasi Kisah Perjalanan Kehidupan Raden Noer Rachmat Sunan Sendangduwur Paciran Lamongan Jawa Timur. Lamongan Percetakan Graka, h. 9-11EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 111 25-Nov-15 55043 AM 112EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIPantura Dalam Kajian Pendekatan Perspektif Spiritual. Buku yang diterbitkan tahun 2005 tersebut berisikan beberapa nama Walisongo dan tokoh-tokoh Islam di antaranya; Sunan Drajat, Sunan Sendangduwur, Syekh Siti Jenar, Sunan Kalijaga, Aji Saka dan Sawung-galing. Bagaimana gambaran dan ajaran wali dan tokoh-tokoh Islam di Jawa tersebut. Kiai Muzakkin menyebut Sunan Drajat sebagai wali yang berjiwa dermawan dan sosial, ahli ukir, dan pencipta Gending Pangkur. Sunan Drajat bersama dengan Sunan Kalijaga berhasil mengislamkan Adipati Semarang Ki Ageng Padan Arang atau Sunan Tembayat Bayat atau Klaten dan Tumenggung Cokrojoyo atau Sunan Usman atau Sunan Geseng. Dengan menyajikan Tembang Asmara Dana Sunan Drajat, Kiai Muzakkin menyebutkan bahwa Sunan Drajat tidak memisahkan antara syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Selanjutnya ia mengungkap hubungan syariat, tarekat, hakikat dan makrifat menurut Sunan Drajat yang digambarkan bahwa syariat adalah mengajak hal yang dhahir, tarekat mengajarkan aspek batiniah dan hakikat mengajarkan bathiniyah dari bathin itu sendiri. Sedangkan orang yang mencapai tingkat makrifat menurut Sunan Drajat, lanjut Kiai Muzakkin, adalah ibarat bintang yang muncul di siang hari bintang tersebut lenyap atau tenggelam ke dalam cahaya matahari. Dalam hal ini Sunan Drajat menyampaikan sebagaimana dikatakan Kiai Muzakkin “..Hiyang jenenge kawula, sirna datan ana keri, pan ilang wujudira, tegese wujude iki, anenggih perlamabang ira, lir lintang karahinan, kasoro-tan sang hiyang rawi..”Artinya Hilang jati diri makhluk, lenyap tiada tersisa, karena hilang wujud, ke-beradaannya, itulah juga wujud Tuhan, it-ulah yang ada ini. Adapun persamaannya, seperti bintang di waktu siang, yang tersi-nari matahari..”Perumpamaan tentang saling tidak dapat dipisahkan ketiga unsur utama, syariat, tarekat dan hakikat oleh Sunan Drajat juga dilakukan oleh para su seperti Imam Al-Ghazali dan ahli kih sperti Syeikh Zainuddin bin Ali Al-Malibary serta imam Nawawi Al-Bantani. Perumpamaan tentang perlunya kesinambungan antara syariat, tarekat dan hakikat juga menjadi perhatian utama Kiai Muzakkin dalam pemaknaan spiritualitas. Meskipun dalam perumpamaannya dalam bentuk yang berbeda, tetapi secara substansi perumpamaannya sama, yaitu sebuah penegasan tentang pertautan antara segi lahir eksoteris dan batin esoteris dalam Islam. Wujud Kongkrit Spiritualitas Pesantren Dzikrussifa’ Asma’ BerojomustiEksistensi Pesantren Dzikrussyifa’ merupa kan perwujudan dari pemaknaan pen dirinya terhadap spiritualitas. Kiai Muzakkin, sang pendiri, mengaku sebagai orang yang sedang melakukan “perjalanan spiritual” dalam rangka menuju sebagai “seorang spiritualis”. Awal kemunculan dan perkembangan Pe santren Dzikrussyifa’ didorong atas kebutuhan banyaknya pasien yang datang untuk berobat melalui pendekatan spiri-tualitas. Hal inilah yang mendorong Kiai Muzakkin membuat gotaan kamar-kamar kecil di rumahnya untuk dijadikan tempat tidur bagi pasien yang datang, dari situlah EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 112 25-Nov-15 55044 AM 113Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANmuncul untuk mendirikan pesantren yang bernama pesantren spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti. Proses pendirian pesantren Dzikrussyifa’ dan juga beberapa pesantren tua dan besar yang ada sampai sekarang mengikuti proses pendirian zawiyah model Walisongo. Artinya, proses pendirian dimulai dari sekedar pengajian dan bimbingan masyarakat berkembang menjadi kelembagaan pesantren. Alasan pengambilan kata “spiritual” dalam penamaan Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai bentuk pengejawantahan dari pemaknaan spiritualitas. Pendirian Pesan-tren Dzikrussyifa merupakan sebuah “doa” seorang Kiai Muzakkin, dan kata “spiritual” adalah “kebersihan dan kebeningan” dari seorang Kiai Muzakkin yang sedang berdoa. Label “spiritual” dalam nama Pesantren Dzikrussyifa bertujuan untuk membumikan spiritualitas sebagaimana yang terkandung dalam namanya. Sedangkan “Dzikrussyifa” diambil karena berasal dari ayat al-Quran dari kata “zikir” dan “syifa” yang artinya mengingat Allah dan memohon obat kepada Allah. Artinya bahwa setiap kesembuhan hanya berhadap kepada Allah karena sembuh dan tidaknya semata-mata atas rida kuasa ilahi. Inilah yang dinamakan pendekatan spiritual yang dijalankan pimpinan Pesantren Dzikrussyifa dalam konteks tataran ilmu spiritual. Alasan Asma’ Berojomusti dijadikan nama karena itu adalah nama doa yang diwariskan oleh nenek moyang Kiai Muzakkin secara turun menurun dari Joko Tingkir Anggung Boyo. Asma’ Brojomusti adalah nama doa yang diciptakan oleh Joko Tingkir. Do’a—Kiai Muzakkin kadang-kadang menyebut mantra—Asma’ Brojomusti ini diberikan melalui ijazah yang tidak boleh ditulis. Tapi cukup dengan dihafalkan saja. Jadi yang mengetahui adalah orang yang memberi dan yang diberi. Santri pasien yang tinggal di gotaan di rumah Kiai Muzakkin semakin hari semakin banyak dan tidak bisa tertampung lagi menjadikan lokasi pesantren dipindah ke tempat yang baru. Lokasi baru pesantren tidak jauh dari rumah Kiai Muzakkin ke arah selatan kira-kira 100 meter, persisnya di perbatasan kecamatan Paciran dan kecamatan Solokuro. Posisi pesanten ini, jika dilewati dari arah utara Wisata Bahari Lamongan WBL, sekitar 7 km. Tapi jika dari arah selatan, tepatnya pesantren Al-Islam Tenggulun, kira-kira 1 km. Perpindahan dari lokasi awal ke lokasi yang baru dipenuhi dengan hal-hal spiritual. Nama Pesantren Dzikrussyifa’ muncul di media sekitar pertengahan bulan Juli 2006. Senin 3 Juli Taun 2006, Media Radar Bojonegoro,yang merupakan grup Jawa Pos, mengangkat Pesantren Dzikrussyifa’ dengan tulisan ”Melihat Ponpes Rehabilitasi Sakit Jiwa dan Pecandu Narkoba, Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti Paciran Lamongan”. Media itu menceritakan tentang proses penyembuhan orang yang mengalami sakit jiwa dan pecandu narkoba. Berita Mingguan Investigasi Bidik edisi 328/29 Juli-4 Agustus 2006 menurunkan laporannya dengan judul “Pondok Pesantren Rehabilitasi Narkoba”. Berita Mingguan itu juga melaporkan tentang proses penyembuhan penyakit jiwa dan pecandu narkoba melalui doa dan zikir. Selain dikaitkan dengan penyakit jiwa dan pecandu narkoba, awal kemunculan Pe-san tren Dzikrussyifa’ di media juga di kait kan dengan berita penegakkan hukum terutama dikaitkan dengan sosok Kiai Muzakkin EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 113 25-Nov-15 55044 AM 114EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIsebagai ketua Lamongan Corruption Watch LCW. Berita Mingguan Investigasi Bidik edisi 330/12-18 Agustus 2006 menurunkan berita tentang warga Desa Banjarwati yang melaporkan dugaan penjualan tanah tak bertuan berupa bukit oleh oknum aparat Desa Banjarwati kepada salah satu warga kota Surabaya dengan harga murah. Pemberitaan media tentang Pesantren Dzikrussyifa’ yang khusus menangani orang yang sakit jiwa dan pecandu serta peranannya dalam penegakan hukum terus berlanjut. Media Posmo edisi 426, 04 Juli 2007 mengangkat Pesantren Dzikrussyifa’ yang menyembuhkan orang gila hanya semalam. Harian Radar Bojonegoro, Kamis 3 Juli 2008 mengangkat berita tentang LCW yang berjanji akan mengawal pungli di lingkungan kantor Kementerian Agama Lamongan. Liberty edisi 1-10 Oktober 2008 menulis bahwa Kyiai Muzakkin dipercaya mempunyai tenaga dalam yang mampu menyembuhkan orang-orang gila hanya dengan sekali sentuh. Harian Kompas, Jum’at, 21 November 2008 menulis berita dengan judul “Ponpes Dzikrussyifa, Rumah bagi Pecandu Narkoba dan Sakit Jiwa”. Majalah Liberty edisi 1-10 April 2009 menurunkan kembali laporan tentang Pesantren Dzikrussyifa’ dengan tulisannya yang berjudul “Batu Sunan untuk Penyakit Bandel”. Media itu menulisBerkat olah spiritualnya di Sendang Duwur, HM Muzakkin mendapatkan sebuah batu bertuah yang kemudian diberi nama batu sunan. Batu sunan yang dipadukan de-ngan kekuatan doa dan tenaga dalam inilah yang menjadi media mengobati berbagai macam penyakit. Media yang mengaitkan Pesantren Dzikrussyifa’ dengan makhluk jin adalah Surya, Jum’at 28 Agustus 2009. Media tersebut menyebut ada 63 jin yang ikut nyantri di Pesantren Dzikrussyifa’. Disebutkan juga di media Surya tersebut bahwa ke-63 jin tersebut giat berpuasa dan mengaji. Media lainnya yang menyebut Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai Pesantren Jin adalah Liberty dalam edisi 1-10 September 2009 dengan laporannya berjudul “Mengunjungi Pesantren Jin Lamongan Salam Tiga Kali, Jum’at Kliwon Menampakkan diri”. Harian Surya, Kamis, 10 Desember 2009 menulis berita dengan judul “1000 Jin ikut Turun Jalan”. Surya menulis judul itu dalam rangka hari antikorupsi. Selanjutnya, Liberty dalam edisi 1-10 Januari 2010 kembali menurunkan laporannya dengan judul “Puluhan Jin Dikerahkan untuk Perbarui Tumbal Tanah Jawa”. Dalam laporan tersebut, nara sumber yang diwawancarai adalah Kiai Muzakkin. Harian Memo Jumaat Legi, 12 Februari 2010, menulis berita terkait peringatan 40 hari meninggalnya Gus Dur dengan judul “Seribu Jin Doakan Gus Dur”. Pemberitaan Pesantren Dzikrussyifa semakin intens saat ada Pemilihan Umum anggota legislatif 9 April 2014. Media mengangkat Pesantren Dzikrussyifa’ karena tidak sedikit calon anggota legislatif yang kalah mendatangi Pesantren itu dengan tujuan yang beragam. Bahkan judul yang diangkatnya pun menggunakan Pesantren Jin, misalnya harian Republika, Kamis, 17 April 2014 mengangkat judul “Caleg Depresi Pun Mengadu Ke Ponpes Jin”. Di beberapa media online diangkat berita Pesantren Dzikrussyifa dengan label Pesantren Jin. Beberapa media online dapat disebutkan di sini antara lain Minggu, 13 April dengan judul EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 114 25-Nov-15 55044 AM 115Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGAN“Puluhan Caleg Stres Terapi di Pondok Pesantren Jin di Lamongan”; Sabtu, 3 Mei 2014 dengan judul “Mengintip pesantren Jin’ di Lamongan Yang Obati 58 Caleg Stres”; dan Senin 14 April 2014 dengan judul “Kiai Muzakkin Gunakan Jin Obati Caleg Stres”. Dari gambaran itu terlihat bahwa awalnya media menyebut Pesantren Dzik-rus syifa’ hanya sebagai Pesantren rehabi-litasi bagi orang yang sakit jiwa dan pecandu narkoba. Tetapi, setelah maja-lah Liberty edisi 1-10 September 2009 dan diikuti oleh beberapa media lainnya Pesantren Dzikrussyifa’ dikaitkan dengan istilah “pesantren jin”. Meskipun tidak semua melabeli Pesantren Dzikrussyifa’ sebagai Pesantren Jin, media memiliki aspek marketing yang memerlukan suatu berita yang dapat dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Saya mempunyai kesan terhadap penamaan Pesantren Dzikrussyifa’ yang dikenal media sebagai Pesantren Jin sebagai “iklan gratis” Pesantren Dzikrussyifa dari media. Tujuan pendirian Pesantren Dzikrussyifa diilhami oleh salah satu ayat suci al-Quran yang berbunyi ud u ila sabili rabika bilhikmati wal mauidhatil hasanati wa jadilhum billati hiya ahsan Q,S An-Nahl, 125. Artinya ajaklah kepada jalan Allah dengan cara bijaksana dan nasihat yang baik, dan bertukar pikiran. Menurut Kiai Muzakkin, bijaksana hikmah di sini oleh para mubaligh dan para kiai belum dipraktikkan secara maksimal bahkan masih jauh dari proporsi yang sebenarnya. Umumnya, kata Kiai Muzakkin, ketika berdakwah hanya di lingkungan pesantren, masjid, musholla dan di mimbar panggung. Padahal mereka itu sudah berada di jalan Allah. Alangkah indahnya orang yang terpinggirkan seperti para penjudi, para pemabuk, para preman, PSK, dan lain-lain kemudian diberi dakwah agar bisa ke jalan Allah seperti halnya orang-orang yang sudah ada di dalam masjid dalam rangka melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Pastinya itu, ungkapnya, akan lebih arif dan bijaksana bilhikmah. Menurut Kiai Muzakkin, Sunan Drajat memberikan konsep empat pilar kehidupan itu juga menerapkan bilhikmah, seperti 1 menehono teken marang wong kang wuto, 2 menehono mangan marang wong kang luwe, 3 menehono busono marang wong kang wudo, 4 menehono ngiup marang wong kang kudanan. Artinya 1 berilah tongkat kepada orang yang buta, 2 berilah makan kepada orang yang kelaparan, 3 berilah pakaian pada orang yang telanjang, 4 berilah tempat berteduh kepada orang yang Pengutipan ajaran Sunan Drajat dalam menjelaskan metode dakwah menunjukkan bahwa ada spiritualitas Walisongo ajaran dakwah Walisongo memengaruhi spiritualitas Kiai Muzakkin di dalam menjalankan aktivitas Pesantren Dzikrussyifa’. Karena itu, tujuan pendirian Pesantren Dzikrussyifa’ disesuaikan dengan empat konsep dasar dakwahnya Raden Qasim Sunan Drajat tersebut, yaitu sebagai berikut 1 mencetak santri yang beriman, bertakwa kepada Allah SWT supaya tidak termarjinalkan di tengah masyarakat, dan 2 memberikan pengajaran keislaman, akhlakul karimah, berkepribadian utuh, mandiri, cerdas, memiliki kemampuan 33 M. Muzakkin. 2005. Kisah Perjalanan Tokoh Islam di Kawasan Pantura Dalam kajian Pendekatan Perspektif Spiritual. Lamongan Pesantren Spiritual Dzikrussyifa Sekanor Sendangagung Paciran, h. 2 EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 115 25-Nov-15 55044 AM 116EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRIintelektual, prefesionalisme dalam mengem-bangkan fungsi keagamaan agar tidak menjadi generasi yang dianggap mempunyai kekurangan mental spiritual terus menerus. Tujuan pendirian Pesantren Dzikrussyifa’ nampaknya mengikuti modeling Walisogo yang tujuan pendirian “pesantren”nya diorientasikan untuk mengintensifkan dak-wah dan pengajaran masyarakat. Spiritual KerakyatanMenganut paham spiritualitas tidak berarti harus menjauhkan diri dari hal-hal keduniawian. Melalui pemaknaan spi-ritualitas tersebut Kiai Muzakkin terlibat dalam penyelesaian permasalahan masya-rakat. Karena itu, selain pusat pengobatan, pesantren ini juga terlibat dalam gerakan sosial kemasyarakatan harakatul ijtimaiyah seperti LCW Lamongan Corruption Wacth, JCW Jatim Corruption Wacth, BPAN-RI Badan Penyelamat aset negara Republik Indonesia. Lembaga-lembaga itu berkiprah dalam investigasi pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan pelayanan Lembaga-lembaga itu didirikan atas dasar untuk berdakwah tidak bertujuan untuk mencari kekurangan, kejelekan dan kesalahan orang lain, lebih-lebih bertujuan untuk menghakimi atau menghukum sese-34 Beberapa kasus sudah ditangani adalah kasus kasda gate yang melibatkan mantan bupati Sidoarjo Winhindarso yang terjerat dengan hukuman pidana, kasus mega proyek Jabung di kecamatan Laren kabupaten Lamongan dengan melibatkan kepala desa Jabung Roji, dkk terpidana. Sebenarnya, masih banyak kasus-kasus yang sedang ditangani oleh Kiai Muhammad Muzakkin diantaranya mega proyek PT Aplus Perusahaan Malaysia di desa Prupuh kecamatan Panceng kabupaten Gresik yang kasus ini sampai saat ini ditutup oleh Buapati Gresik Sambari Halim atas laporan JCW ke KPK. orang tetapi media untuk berdakwah dengan cara yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagaimana dalam haditsnya “Man roa minkum munkararon falyugoyyir biyadih, failam yastathi fa bilisanihi, failam yastathi fa biqolbihi wahuwa adha’ful iman”. Artinya barang siapa dari kamu semuanya yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tanganmu kekuasaan, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisanmu, dan jika tidak mampu rubahlah dengan hati. Hal itu adalah selemah-lemahnya iman. Lembaga-lembaga tersebut memiliki moto “dicari karena berani, bicara karena fakta”. Menurut Kiai Muzakkin, moto itu dimaksudkan jangan berani karena dibayar atau ada orang yang membekingi. Apa yang dilakukan juga harus berdasarkan fakta yang valid. Visi dan misinya diarahkan untuk berdakwah dan dalam rangka menyampaikan risalah Rasulullah agar umat bisa berbuat baik dan taat terhadap hukum baik urusan negara maupun akhirat. Unsur spiritual dalam visi dan misi lembaga-lembaga ini diejawantahkan dengan ditekankan prilaku ajaran yang benar yang berorientasikan “keakhiratan”. Di sini nampak ada spiritualitas dan kesinambungan antara doa “robbana atina ddunya khasanah wa l akhierati hasanah waqina adabannar”. Artinya, ya Allah ya tuhanku berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka. Menghubungkan LCW, JCW, dan BPAN-RI dengan spiritualitas merupakan bentuk konkret dari konsep Rasulullah tentang “khoirunnas anfauhum linas” yang artinya sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermafaat bagi manusia lainnya. Inilah mengutip istilah Tolkhah EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 116 25-Nov-15 55044 AM 117Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANHasan yang saya sebut—meskipun agak berlebihan—sebagai “Tasawuf Kerakyatan”. Tasawuf kerakyatan atau gerakan spiritual kerakyatan diwujudkan dengan banyaknya orang yang mempunyai kasus hukum dan problem rumah tangga yang minta bantuan pendampingan dan solusi spiritual yang bersifat magic agar apa yang menjadi problemnya bisa teratasi dan dimenangkan di pengadilan. Pembiasaan dan pembudayaan spiritual kerakyatan melalui beberapa praktik keagamaan seperti sering menjalankan puasa senin-kamis, tidak tidur sore, banyak berzikir dan menjauhi perilaku maksiat agar hidup lebih tenang dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Spiritual kerakyatan mensyaratkan adanya pemahaman tentang hukum, sosial, budaya, dan kemampuan SDM terutama Agama. Nilai spiritual kerakyatan di Pesantren Dzikrussyifa’ di antaranya adalah mengembangkan ajaran inti tasawwuf yaitu sabar, nriman, loman, akas, temen. Yang artinya sabar itu adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Nriman adalah identik dengan qanaah, loman identik dengan shadaqoh, akas identik dengan berkarya, dan temen identik dengan konsisten. Kelima ajaran tasawuf kerakyatan Pesantren Dzikrussyifa’ terpampang di gerbang pintu saat kita akan masuk ke dalam Pesantren Dzikrussyifa’.PENUTUPKesimpulanPimpinan Pesantren Dzikrussyifa, Kiai Muzakkin memaknai spiritualitas lebih dekat kepada pemahaman istilah susme tasawuf atau dengan aspek yang lebih praktis dari tasawuf, yakni tarekat. Karenanya, secara teoritis dan losos susme Imam Al-Ghazali, Imam Al-Junaid Al-Baghdadi dan Walisongo memengaruhi Kiai Muzakkin dalam memaknai spiritualitas. Jika ditakar melalui konsepsi tasawuf Sunni dan tasawuf falsa, pemaknaan Kiai Muzakkin terhadap spiritualitas dipengaruhi oleh tasawuf Sunni. Artinya, Pemaknaan spiritualitas ini diilhami oleh eksistensi susme atau tarekat yang sudah lama berkembang di pesantren. Aktivitas spiritual sudah dimulai sejak akan didirikannya pesantren. Pendirian pesantren dimaksudkan untuk mencontoh tujuan “pesantren” Walisongo. Mengacu kepada polarisasi tarekat elitis dan tarekat rakyat sebagaimana dipopulerkan oleh Tolkhah Hasan, Pesantren Dzikrussyifa’ mengambil jalan yang kedua, yakni tarekat rakyat. Pengambilan tarekat rakyat ini untuk mengisi model tasawuf yang terasa kurang daya dorongnya. Pesantren Dzikrussyifa’ sedang—mungkin akan terus—mengorientasikan aktivitasnya kepada “spiritual kerakyatan”. Karenanya, peran dan fungsi Pesantren Dzikrussyifa’, tidak sekedar sebagai pusat pendidikan tetapi sebagai pusat bimbingan spiritual dan pusat rehabilitasi narkoba, bahkan sebagai pusat bantuan hukum. EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 117 25-Nov-15 55044 AM 118EDUKASI Jurnal Penelian Pendidikan Agama dan KeagamaanHUSEN HASAN BASRISaran dan Rekomendasi Dari kesimpulan tersebut, penulis menyarankan pertama, spiritualitas model Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti dapat dijadikan model pengembangan daya dorong potensi tasawuf oleh pesantren-pesantren lainnya. Kedua, Pengembangan spiritualitas oleh Pesantren Dzikrussyifa’ bisa dijadikan model pengembangan pendidikan karakter dan pendidikan multikultural yang selama ini didengung-dengungkan oleh publik. Ketiga, melakukan penelitian tema yang sama dengan pesantren yang berbeda. SUMBER BACAANBuku dan MakalahAl-Bantani, Nawawi 1359 H Syarh Maraqi al-Ubudiyah. Bandung, Ma’arif,Bungin, Burhan 2007 Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta, Martin Van 1999 Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia. Bandung, Mizan,Dhoer, Zamkhsari 1982 Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta, LP3ES. Hana, Muchlis Hana, editor 2010 Spiritualitas dan Akhlak, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama. Hasan, Muhammad Tholhah 2010 Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosusme, Makalah tidak diterbitkan yang disampakain dalam halaqoh ulama, Pesantren Sebagai Pusat Peradaban Islam, Bogor 13-14 1961 “Susm as a category in Indonesian Literature and History”, dalam JSEAH,2. Lombard, Denis 2005 Nusa Jawa Silang Budaya, Bagian II Jaringan Asia. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Madjid, Nurcholis 1974 “Tasauf dan Pesantren”, dalam Dawam Rahardjo ed, Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta, LP3ES. _________2009 Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramdina bekerjasama dengan penerbit Dian RakyatMas’ud, Abdurahman 2006 Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 118 25-Nov-15 55044 AM 119Volume 13, Nomor 1, April 2015SPIRITUALITAS DAN PESANTREN SPIRITUAL DZIKRUSSYIFA ASMA BEROJOMUSTI LAMONGANPesantren. Jakarta, Kencana Prenada Media Group,Mastuhu 1994 Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. INIS, Jakarta. Muzakkin 2003 Reaktualisasi Kisah Perjalanan Kehidupan Raden Noer Rachmat Sunan Sendangduwur Paciran Lamongan Jawa Timur, Gra Kisah Perjalanan Tokoh Islam di Kawasan Pantura Dalam Kajian Pendekatan Perspektif Sipiritual, Lamongan, Pesantren Spiritual Dzikrussyifa Dzikir Menuju Jalan Tasawuf, Lamongan, Keluarga Besar Asma’ Berojomusti Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Sekanor Sendangagung Paciran Lamongan_________2005 Rahasia Alam Kubur Keberadaan Jenazah & Perlakukan Malaikat, Lamongan, Keluarga Besar Asma’ Berojomusti Pesantren Spiritual Dzikrussyifa’ Sekanor Sendangagung Paciran Lamongan_________2009 Merakit Kembali Sejarah Berserakan; Siapa Raden Noer Rachmat Sunan Sendangduwur?, Lamongan, Tim Investigasi JCW kerjasama dengan LCW dan Lembaga Pondok Pesantren Dzikrussyifa’ Asma’ Berojomusti. Ricklefs, 2012 Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penengtangnya dari 1930 sampai sekarang. Jakarta, Serambi Ilmu SemestaShihab, Alwi 2009 Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Falsa Akar Tasawuf di Indonesia. Depok, Pustaka S 1978 “The Pesantren Tarikat of Suralaya”, dalam ed, SPECTRUM. Jakarta, Dian Rakyat. Media Cetak dan Media OnlineBidik edisi 328/29 Juli-4 Agustus 2006Bidik edisi 330/12-18 Agustus 2006 Kompas, Jum’at, 21 November 2008 Liberty edisi 1-10 Oktober 2008 Liberty edisi 1-10 April 2009 Liberty, edisi 1-10 September 2009 Liberty, edisi 1-10 Januari 2010 Memo, Jumat Legi, 12 Pebruari 2010 Posmo edisi 426, 04 Juli 2007 Radar Bojonegoro, Senin 3 Juli 2006Radar Bojonegoro, Kamis 3 Juli 2008 Republika, Kamis, 17 April 2014 Rabu, 9 Desember 2009 Rabu, 26 Agustus 2009 Minggu, 27 September 2009 Minggu, 13 April Sabtu, 3 Mei 2014 Senin, 7 September 2014 19 Agustus 2009. Surya, Jum’at, 28 Agustus 2009. Surya, Kamis, 10 Desember 2009 Senin 14 April 2014EDUKASI V13_n1_2015 A4 isi 119 25-Nov-15 55044 AM ... They viewed 'uzlah as an attempt to balance their 'aqliyyah and nafsiyyah education. The term mental spirituality in Islamic teachings is close to the term Sufi behavior Basri, 2015. In the Sufi tradition, there is the term to manage the soul to be able to carry out shari'ah better and perform khusyū' to be closer to God. ...... The night time was used to carry out religious activities in order to train and develop a spiritual mentality starting from istighāsah, reading the awrad, reading the Qur'an, praying maktubah in congregation, praying tahajjud, praying ḍuhâ and reciting the book of Sufism. This finding reinforces Husen Hasan Basri's research that spirituality connotes and is close to the term Sufi behavior Basri, 2015. 'Uzlah can also be done with night prayers, żikr, and munājat at the time of one third of the night. ...... The meaning of spirituality is closer to understanding the term Sufism Sufism Basri, 2015. It is manifested in all forms of activities in pesantren which according to Muhaimin mental and spiritual development can be done with a religious culture strategy Muhaimin, 2002, where this strategy is implemented in the form of routine activities. ... Zaenal ArifinMayashofa RhoyachinThis article aims to investigate how santri understood the concept of uzlah in Pesantren and how they participated in uzlah activities to enhance their mentality and spirituality. Uzlah is a form of self-isolation and an effort to detach from everything dealing with the world. Its purpose is to get closer to Allah. The research applied Al – Ghazali framework theory to describe and elaborate students’ uzlah practice. The type of the research was qualitative applying phenomenology approach. The data collection technique were observation and focus group discussion for students to investigate their understanding on uzlah practice. The data analysis process applied flow models as the followings data reduction, data display, and conclusion. The research found that the santri understood concept of uzlah as the way to perform activity and a treatment that position themselves to live with the Sufi attitude without ignoring their role as a member of society. Through the activity of uzlah, santri’s spirituality and mentality were built as a form of integrity between religious activity and their factual life pattern in the society.... In practice, students will have the ability to do zikr if they always mention and remember the names of Allah in every learning activity. They get used to remembering Allah before, during, and after carrying out learning activities at school Al-Ghazali, An-Naisaburi 2013; Zohar and Marshall 2007;Basri 2015;Yasyakur 2014. ...Moh. MuslihMuhamad Rifa'i SubhiThe spiritual quotient SQ has a vital role in humans because it serves as the foundation of other intelligence. This study aims to present new insight on the taxonomy of the SQ learning outcomes for students, namely from the tasawwuf perspective. Using a qualitative meta-synthesis approach to explore various sources related to the taxonomy of the SQ learning outcomes through interpretative process, the study found that, in general, the SQ helps a person develop into a complete human being through the inclusion of the sense of worship in every action and thought. The taxonomy of the SQ learning outcomes includes the dimensions of taubat, wara’, zuhud, tawakal, zikr, khalwat, ikhlas, and ridla. If implemented in Islamic education, the said taxonomy will help students know their God, prioritize their conscience to solve problems in life and the learning activity, live life more meaningfully, and be motivated to benefit themselves and others in their learning process. Taken together, these findings strengthen the view that the spiritual quotient can make other intelligence function more A. H. JohnsIt is unfortunate that historians, as a rule, do not follow the example of social anthropologists in devoting some part of their monographs to a discussion of the theoretical problems involved in the material they have been handling. This is not of such importance in the history of Europe, where much can be taken for granted on the part of the reader. But when the European historian turns to the study of Asian history, and writes in the same way as he would were he writing the history of a European people, merely substituting an Asian set of names and places, then the result frequently lacks interest, and may even be a distortion of the general picture of the past that he wishes to relate. This holds as well for continental Asia and the island world of Indonesia as elsewhere. And it is not only in these countries that peoples, newly conscious of their traditions as national traditions, are dissatisfied with the histories written for them by foreigners. The requirements of a new type of history are formidable, and very little work has been done on the theoretical ground work involved. The aim of this paper then, is to attempt to progress a little further in the elaboration of such a historiography, and to apply the results to a segment of the data available relating to Indonesia's tidak diterbitkan yang disampakain dalam halaqoh ulama, Pesantren Sebagai Pusat Peradaban IslamMuhammad HasanTholhahHasan, Muhammad Tholhah 2010 Pesantren dan Sikap Inklusivisme Neosufisme, Makalah tidak diterbitkan yang disampakain dalam halaqoh ulama, Pesantren Sebagai Pusat Peradaban Islam, Bogor 13-14 MadjidMadjid, Nurcholis 1974 "Tasauf dan Pesantren", dalam Dawam Rahardjo ed, Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta, Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramdina bekerjasama dengan penerbit Dian Rakyat_________2009 Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta, Paramdina bekerjasama dengan penerbit Dian RakyatMengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penengtangnya dari 1930 sampai sekarangM RicklefsRicklefs, 2012 Mengislamkan Jawa Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penengtangnya dari 1930 sampai sekarang. Jakarta, Serambi Ilmu Semesta Shihab, Alwi 2009 Antara Tasawuf Sunni & Tasawuf Falsafi Akar Tasawuf di Indonesia. Depok, Pustaka Pesantren Tarikat of SuralayaS SoebardiSoebardi, S 1978 "The Pesantren Tarikat of Suralaya", dalam ed, SPECTRUM. Jakarta, Dian judul "Kiai Muzakkin Gunakan Jin Obati Caleg StresCaleg Stres"; dan Senin 14 April 2014 dengan judul "Kiai Muzakkin Gunakan Jin Obati Caleg Stres".
Ilustrasi dari sampul buku "Bandit Saints of Java How Java's eccentric saints are challenging fundamentalist Islam in modern Indonesia" karya George Quinn. Dalam berbagai kitab sejarah dan babad Jawa, Syekh Jumadil Kubra disebut sebagai leluhur Walisongo. Petilasan yang diyakini sebagai makamnya berada di beberapa tempat di Jawa. Banyak orang datang untuk ziarah. Agus Sunyoto dalam Atlas Walisongo menghimpun berbagai sumber lokal tentang Syekh Jumadil Kubra. Dalam Kronika Banten, Syekh Jumadil Kubra digambarkan sebagai nenek moyang Sunan Gunung Jati. Ceritanya, Ali Nurul Alam, putra Syekh Jumadil Kubra, tinggal di Mesir dan memiliki anak bernama Syarif Abdullah. Syarif Abdullah memiliki anak bernama Syarif Hidayatullah yang kemudian menjadi Sunan Gunung Jati. Dalam Babad Cirebon disebutkan bahwa Syekh Jumadil Kubra sebagai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Ampel, dan Sunan Kalijaga. Kronika Gresik menyebut Syekh Jumadil Kubra memiliki hubungan darah dengan Sunan Ampel dan tinggal di Gresik. Putranya, Maulana Ishaq dikirim ke Blambangan untuk menyebarkan ajaran Islam. Maulana Ishaq adalah ayah Sunan Giri. “Jadi, Syekh Jumadil Kubra, menurut versi ini, adalah kakek dari Sunan Giri,” tulis Agus. Sementara itu, Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java mencatat bahwa Syekh Jumadil Kubra bukanlah moyang para wali, tapi pembimbing wali pertama. Raden Rahmat yang kelak menjadi Sunan Ampel, datang dari Champa ke Palembang. Dari sana, ia kemudian ke Gresik untuk menemui Syekh Molana Jumadil Kubra, seorang ahli ibadah yang tinggal di Gunung Jali. Menurut Syekh Molana Jumadil Kubra kedatangan Raden Rahmat telah diramalkan oleh Nabi. Ia dipilih untuk membawa ajaran Nabi di pelabuhan timur Pulau Jawa. Karenanya keruntuhan agama kafir telah dekat. Babad Tanah Jawi menuturkan bahwa Syekh Jumadil Kubra adalah sepupu Sunan Ampel. Ia hidup sebagai pertapa di hutan dekat Gresik. Kisah Syekh Jumadil Kubra sebagai pertapa menjadi legenda di sekitar lereng Gunung Merapi, di utara Yogyakarta. Ia diyakini sebagai wali tertua yang berasal dari Majapahit. Ia hidup bertapa di hutan Lereng Merapi. “Syekh Jumadil Kubra dalam legenda itu diyakini berusia sangat tua sehingga dipercaya menjadi penasihat rohani Sultan Agung,” tulis Agus. Kisah Syekh Jumadil Kubra yang bernuansa perkawinan sedarah terdapat dalam Babad Pajajaran. Saudara Sunan Ampel itu hidup sebagai pertapa di hutan dekat Gresik. Ia ditinggal mati istrinya ketika melahirkan. Putrinya tumbuh menjadi gadis cantik. Suatu hari, Jumadil Kubra melakukan hubungan badan dengannya hingga menghasilkan seorang putra. Karena malu, ia menceburkan diri ke sungai dan tenggelam. Ia dimakamkan di Gresik. Kendati namanya melegenda seantero Jawa, sejarawan Belanda, Martin van Bruinessen dalam Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat mendapati keanehan dalam namanya. Jumadil lebih mengingatkan kepada nama bulan ketimbang nama manusia. Nama ini adalah versi ingatan orang Jawa dari seorang penyebar Islam asal Asia Tengah. Jejak Tarekat Kubrawiyah Van Bruinessen menjelaskan bahwa nama Jumadil Kubra merupakan penyimpangan dari Najmuddin al-Kubra. Di Jawa, pengucapan namanya berubah menjadi Najumadinil Kubra. Selanjutnya melalui penghilangan bunyi suku kata pertama dan penyingkatan suku kata keempat dan kelima, penyebutan namanya berubah lagi menjadi Jumadil Kubra. Jumadil Kubra memang mirip nama Arab tapi melanggar tata bahasa Arab. Kata Arab, Kubra, adalah kata sifat dalam bentuk mu’annats feminin, bentuk superlatif dari kata Kabir yang artinya besar. Sementara itu, bentuk kata mudzakkar maskulin yang sesuai adalah akbar. “Aneh, menjumpai kata al-Kubra, yang mahabesar’, sebagai bagian nama seorang laki-laki,” tulis Van Bruinessen. Dalam sejarah keilmuan Islam, Najmuddin al-Kubra adalah satu-satunya tokoh terkemuka yang diberi gelar “Kubra”. Ia mendirikan tarekat Kubrawiyah yang berkembang di Iran dan Asia Tengah pada abad ke-13 hingga ke-17. “Ia sering kali hanya disebut dengan nama Kubra, menyebarkan ajarannya di Khwarizm Asia Tengah, dan wafat di sana pada 1221,” tulis Van Bruinessen. Baca juga Dua Wali dalam Konflik Demak Tarekat Kubrawiyah kemudian menjadi salah satu aliran tasawuf paling awal yang masuk ke Nusantara. “Aliran tasawuf yang berkembang paling awal adalah Akmaliyah dan Syathariyah kemudian disusul Kubrawiyah, Haqmaliyah, Samaniyah, Rifa’iyah, Khalwatiyah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan lain-lain,” tulis Agus. Kendati keberadaan Kubrawiyah tak tercatat di Indonesia, Syekh Jumadil Kubra menjadi jejak meyakinkan adanya pengaruh tarekat itu pada awal perkembangan Islam di Jawa. Nama Najmuddin Kubra dan silsilah tokoh Kubrawiyah lainnya disebut dalam beberapa babad, terutama Sajarah Banten Rante-Rante, sebagai guru dan teman seperguruan Sunan Gunung Jati ketika belajar di Makkah. “Dengan kata lain, babad ini menunjukkan Najmuddin Kubra dan spiritualitasnya, tarekat Kubrawiyah, sebagai inspirasi utama Islam sufi yang berkembang di Indonesia,” tulis Van Bruinessen. Peng-Arab-an Jumadil Kubra Versi lain menyebut para sayid keturunan Nabi dari Hadramaut punya pengaruh besar terhadap Islam di Indonesia. Mereka datang ke Nusantara dalam jumlah besar baru pada abad ke-19. Namun, para pedagang dan ulama telah sampai dan menetap di Jawa selama beberapa abad. Menurut mereka, para wali yang mengislamkan Jawa dan wilayah lain di Asia Tenggara adalah keturunan para sayid dari Hadramaut. Orang yang dianggap sebagai leluhur bersama mereka bernama Jamaluddin Husain al-Akbar. “Kiai Jawa cenderung mempercayai versi ini daripada versi babad, yang di antara keduanya terdapat banyak kesejajaran,” tulis Van Bruinessen. Baca juga Awal Mula Datangnya Orang Arab ke Nusantara Kisah Jamaluddin al-Akbar banyak persamaannya dengan Jumadil Kubra yang dikisahkan dalam babad. Kendati begitu, menurut Van Bruinessen, versi babad lebih asli daripada versi para sayid. Cerita Jamaluddin al-Akbar versi para sayid adalah bentuk upaya pada abad ke-20 awal untuk “mengoreksi” legenda-legenda Jawa. Dalam hal ini mereka mengganti nama Jumadil Kubra, yang telah lebih dulu populer sebagia leluhur para wali, dengan nama Jamaluddin al-Akbar. Kata sifat Kubra diganti dengan kata Arab yang lebih tepat, yaitu al-Akbar. Nama Jumadil diganti dengan nama Arab yang paling mirip, yaitu Jamaluddin. “Bahkan sebuah silsilah yang lebih meyakinkan direkonstruksi,” tulis Van Bruinessen. Begitu juga berbagai legenda yang berbeda dan tak cocok satu sama lain mengenai Jumadil Kubra digabungkan ke dalam keseluruhan kisah yang dibuat lebih koheren. Unsur yang tak sesuai dengan Islam, seperti perkawinan sedarah juga dibuang. Menurut Van Bruinessen, upaya merevisi kisah tentang Jumadil Kubra adalah perumpamaan bagi metamorfosis sejarah Islam Indonesia. Perubahan nama Najmuddin al-Kubra menjadi Jumadil Kubra, lalu berubah lagi menjadi Jamaluddin al-Akbar bukan cuma soal evolusi bahasa. Sebagai seorang sufi Asia Tengah berbahasa Persia, Jumadil Kubra mewarisi tradisi spiritual Iran. Mungkin saja ia dipengaruhi oleh amalan-amalan Tantrisme. Ini yang membuat ajarannya menarik bagi orang Jawa, karena mudah ditempelkan kepada peninggalan berbagai tradisi Tantrik pra-Islam. “Karena itu memudahkannya diterima ke dalam ajaran tasawuf batiniah Islam,” tulis Van Bruinessen. “Perubahan namanya menjadi Jamaluddin al-Akbar menunjukkan perhatian yang meningkat pada peng-Arab-an secara bertahap Islam Jawa secara umum.” Pendapat itu memang sekadar hipotesis. Jejak Najmuddin al-Kubra dan ajaran yang dibawanya di Nusantara pun masih samar. Ia sendiri tak pernah datang ke Nusantara, karena hidup jauh sebelum orang-orang di Nusantara mulai naik haji. Namun, menurut Van Bruinessen, amalan sufi Kubrawiyah yang telah mengilhami Walisongo paling tidak diabadikan dalam nama simboliknya Jumadil Kubra.
Nama-nama Wali Songo – Wali Songo atau Wali Sembilan merupakan istilah bagi 9 tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Nama-nama 9 Wali Songo adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Kali ini akan dibahas mengenai sejarah Wali Songo lengkap beserta biografi dan silsilahnya. Walisongo memiliki peran penting sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Era Walisongo dimulai saat berakhirnya kerajaan Hindu-Budha untuk berganti pada kebudayaan Islam. Wali Songo tinggal di beberapa wilayah pentingi di pantai utara Pulau Jawa baik di Jawa Timur, Jawa Tengah atau Jawa Barat. Sampai saat ini Wali Songo pun dikenang sebagai tokoh penting dan terkadang dikeramatkan pula. Makam Wali Songo pun masih banyak dikunjungi dan dijadikan wisata religi. Tiap tahun banyak yang melakukan ziarah wali songo dari berbagai penjuru Indonesia. Sesuai namanya ada 9 tokoh yang termasuk dalam wali songo. Berikut ini merupakan urutan 9 nama-nama Wali Songo selengkapnya beserta nama asli Wali Songo yang ada di dalam kurung. Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim Sunan Ampel Raden Rahmat Sunan Bonang Raden Makhdum Ibrahim Sunan Drajat Raden Qasim Sunan Kudus Ja’far Shadiq Sunan Giri Raden Paku/Ainul Yaqin Sunan Kalijaga Raden Said Sunan Muria Raden Umar Said Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah Kisah-kisah Wali Songo pun banyak dipelajari sampai sekarang sebagai bagian dari persebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Banyak perdebatan terkait sejarah dan silsilah Wali Songo karena minimnya sumber informasi sejarah yang valid. baca juga sejarah Candi Borobudur Biografi dan Sejarah Wali Songo Di bawah ini akan dibahas mengenai biografi Wali Songo secara singkat dan lengkap dari tiap nama-nama Wali Songo beserta sejarah, silsilah, dakwah dan makam Wali Songo selengkapnya. Sunan Gresik Sunan Gresik merupakan salah satu nama-nama Wali Songo. Nama asli Sunan Gresik adalah Maulana Malik Ibrahim. Sunan Gresik dianggap sebagai yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Sejarah Sunan Gresik menimbulkan pertanyaan, namun diperkirakan beliau adalah keturunan dari wilayah Arab Maghrib di Afrika Utara. Diperkirakan juga bahwa Sunan Maulanan Malik Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah pada awal abad 14. Namun ada juga versi yang menyebutnya berasal dari Persia. Silsilah Sunan Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Di antara anggota Wali Songo lain, bisa dikatakan bahwa Sunan Maulana Malik Ibrahim adalah yang paling senior. Dakwah Sunan Gresik dilakukan pada akhir masa kerajaan Majapahit. Pertama kali beliau mendirikan masjid di desa Pasucinan, Manyar dekat kota Gresik. Beliau berdakwah dengan mendekati masyarakat dengan ramah tamah dan mengajarkan bercock tanam hingga membuat rakyat tertarik akan agama Islam. Setelahnya, Sunan Gresik juga banyak mendirikan pondok pesantren. Usai selesai berdakwah, Sunan Maulana Malik Ibrahim wafat pada tahun 1419 di Leran, Manyar dekat kota Gresik. Kini makam Sunan Gresik terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur. Sunan Ampel Sunan Ampel adalah salah satu nama Wali Songo. Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Beliau adalah anak dari Sunan Gresik dan Dewi Condro Wulan. Sunan Ampel berdakwah Islam di daerah Surabaya. Beliau diperkirakan merupakan keturunan ke-19 dari Nabi Muhammad SAW. Sunan Ampel lahir di Champa pada tahun 1401. Daerah Champa diperkirakan merupakan wilayah di Kamboja, namun ada juga pendapat lain yang menyebut Champa ada di Aceh. Sunan Ampel berdakwah dengan metode yang unik. Salah satu ajarannya yang terkenal adalah Moh Limo, yakni Moh Main tidak main judi, Moh Ngombe tidak minum minuman keras, Moh Maling tidak mencuri, Moh Madat tidak mengkonsumsi narkoba dan Moh Madon tidak berzina. Beliau sempat mendirikan Masjid Agung Demak. Setelahnya, Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di kota Demak. Ia kemudian dimakamkan di sebelah Masjid Ampel di kota Surabaya. Sunan Bonang Sunan Bonang adalah salah satu Wali Songo. Nama asli Sunan Bonang adalah Maulana Makhdum Ibrahim. Beliau adalah putra dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Sunan Bonang merupakan keturunan ke-23 Nabi Muhammad SAW. Sunan Bonang sempat mempelajari agama hingga ke Malaka di daerah Pasai. Ia menimbu ilmu dari Sunan Giri dan mempelajari metode dakwah yang menarik. Beliau kemudian pulang ke Tuban dan memutuskan untuk berdakwah di sana. Metode dakwah Sunan Bonang banyak menggunakan seni dan musik. Ia diklaim sebagai pemrakarsa tembang Wijil dan Tombo Ati yang menarik masyarakat terhadap agama Islam. Kesenian lain yang ia pelajari adalah gamelan, rebab dan bonang, sesuai dengan namanya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525. Beliau kemudian dimakamkan di daerah Tuban, provinsi Jawa Timur. Sunan Drajat Nama Wali Songo berikutnya adalah Sunan Drajat. Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Qasim dan sempat mendapat gelar Raden Syarifudin. Ia adalah putra dari Sunan Ampel serta saudara dari Sunan Bonang serta menjadi keturunan ke-23 Rasulullah SAW. Sunan Drajat sempat mencari ilmu agama pada Sunan Muria. Setelahnya barulah beliau kembali ke daerah Gresik di desa Jelog, pesisir Banjarwati, Lamongan. Ia kemudian mendirikan pesantren di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan. Sunan Drajat dikenal karena kegiatan sosialnya dan mempelopori penyantunan pada anak yatim dan orang sakit. Dakwahnya menekankan perilaku dermawan, kerja keras dan amalan Islam lainnya. Beliau juga mendakwahkan ajaran agama melalui suluk. Sunan Drajat kemudian diperkirakan wafat pada tahun 1522. Beliau dimakamkan di desa Drajat, kecamatan Paciran, Lamongan dengan pesantren yang didirikannya. Sunan Kudus Nama Wali Songo berikutnya adalah Sunan Kudus. Nama asli Sunan Kudus adalah Ja’far Shadiq. Beliau adalah cucu Sunan Ampel dan putra dari Sunan Ngundung bersama Syarifah Ruhil. Sunan Kudus merupakan keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad SAW. Beliau lahir pada 9 September 1400. Sunan Kudus giat dalam mempelajari ilmu agama, bahkan pernah belajar sampai ke kota Al-Quds, Yerusalam, Palestina. Setelahnya Sunan Kudus kembali ke Indonesia dan mendirikan pesantren di desa Loram, Kudus, Jawa Tengah. Sunan Kudus menjadi ulama besar di daerah Kudus. Ia diberi gelar Wali Al-Ilmi atau orang yang berilmu luas oleh wali-wali lain. Sunan Kudus memiliki peran besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak. Beliau banyak berdakwah di semua kalangan dari masyarakat biasa sampai ke kalangan pejabat dan penguasa. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 5 Mei 1550. Beliau dimakamkan di kota Kudus, Jawa Tengah sesuai tempat dakwahnya. Sunan Giri Sunan Giri menjadi salah satu nama-nama Walisongo. Nama asli Sunan Giri adalah Raden Paku atau Muhammad Ainul Yaqin. Beliau adalah putra Maulana Ishaq, ulama dari Pasai, Malaka. Sunan Giri merupakan keturunan ke-23 Nabi Muhammad SAW. Sunan Giri lahir pada tahun 1442. Ia merupakan murid Sunan Ampel dan saudara seperguruan Sunan Bonang. Beliau sempat berguru pada ayahnya juga di Pasai, Malaka dan setelah ayahnya wafat, Sunan Giri menggantikan ayahnya mengajar. Ia mendirikan pemerintahan mandiri Giri Kedaton di Gresik. Nantinya tempat itu menjadi pusat dakwah Islam di Jawa yang memiliki pengaruh sampai wilayah Indonesia bagian timur. Sunan Giri diperkirakan wafat pada tahun 1506. Beliau dimakamkan di Desa Giri, Keboman, Gresik sesuai dengan tempat dakwahnya. Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga menjadi salah satu nama Walisongo yang cukup terkenal. Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Beliau adalah anak Tumenggung Wilatikta atau Radeh Sahur yang merupakan adipati Tuban yang sempat memimpin pemberontakan Ronggolawe di zaman Majapahit. Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1455. Ia merupakan murid dari Sunan Bonang. Sunan Bonang mengajarkan pendidikan dan ilmu-ilmu agama pada Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga merupakan orang pribumi asli sehingga lebih efisien dalam berdakwan ke masyarakat. Dakwah Sunan Kalijaga kerap dikombinasikan dengan kesenian wayang dan gamelan agar mudah diterima masyarakat. Ia menyelipkan budaya Jawa pada dakwah Islamnya. Sunan Kalijagar diperkirakan wafat pada tahun 1586. Artinya beliau diperkirakan hidup selama 131 tahun. Makam Sunan Kalijaga ada di desa Kadilangu, kota Demak, provinsi Jawa Tengah. Sunan Muria Sunan Muria termasuk salah satu dari nama 9 Wali Songo. Nama asli Sunan Muria adalah Raden Umar Said. Beliau merupakan anak dari Sunan Kalijaga dan istrinya Dewi Sarah. Sunan Muria berdakwah menggunakan metode ayahnya, yaitu menggabungkan unsur kebudayaan Jawa dengan ajaran Islam. Hal ini agar dakwahnya lebih mudah diterima oleh masyarakat sekitar. Selain mengajarkan ilmu agama, Sunan Muria juga mengajarkan keterampilan lain seperti bercocok tanam dan ramah tamah. Beliau memilih tempat dakwah yang agak terpencil yakni di gunung Muria di daerah Muria, Jawa Tengah. Jalur dakwah Sunan Muria pun menyebar di wilayah sekitarnya seperti Jepara, Kudus dan Pati yang rata-rata berupa wilayah pedesaan atau pesisir. Sunan Muria diperkirakan wafat pada tahun 1551. Makam Sunan Muria terletak di daerah Muria, Jawa Tengah selaku pusat tempatnya berdakwah. Sunan Gunung Jati Urutan nama-nama Wali Songo berikutnya adalah Sunan Gunung Jati. Nama asli Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Beliau adalah anak dari Syarif Abdullah Umdatuddin dan keturunan dari bangsawan Timur Tengah. Beliau hijrah ke tanah Jawa karena teinspirasi perjalanan dakwah Sunan Gresik. Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448. Ia memilih kota Cirebon sebagai pusat dakwahnya yang kemudian menjadi Kesultanana Cirebon. Di sana Sunan Gunung Jati mendirikan pondok pesantren untuk mengajarkan ajaran Islam pada masyarakat sekitar dengan penyampaian yang lugas khas Timur Tengah. Agar lebih mudah dipahami, Sunan Gunung Jati juga menggabungkan budaya Jawa pula. Beliau juga sempat dianugerahi gelar Raja Cirebon ke-2 dengan gelar Maulana Jati. Sunan Gunung Jati kemudian wafat pada tahun 1568. Beliau diperkirakan wafat pada usia 120 tahun. Makam Sunan Gunung Jati terletak di Gunung Jati, Cirebon. keterangan terdapat banyak perdebatan dan perbedaan sumber sejarah mengenai kisah Wali Songo, sehingga tidak ada bukti yang benar-benar valid Nah itulah sejarah wali songo terdiri dari nama-nama wali songo beserta biografi, silsilah, foto/gambar dan riwayat hidupnya dari lahir sampai meninggal. Sekian penjelasan biografi dan cerita Wali Songo kali ini, semoga bisa menjadi referensi dan menambah wawasan.
bapak spiritual walisongo adalah